Persiapan keberangkatan dari Stasiun Ps. Senen |
Pada
pertengahan Desember 2021, Nida secara tiba-tiba mengirim pesan whatsapp berisi
ajakan jalan-jalan. Bukan ke Bogor atau Bandung, dia mau jalan-jalan ke
Yogyakarta! Wow, agak kaget juga, soalnya kita belum pernah jalan-jalan sejauh
itu dan sampai merencanakan menginap berhari-hari. Nida emang patner
jalan-jalan yang seru, mungkin karena dia juga suka mendaki gunung, jadi lebih
fit dan ga ngeluh dengan jalan-jalan yang kadang banyakan jalan kakinya.
Yogyakarta
memang kota yang nyaman dan nggak pernah bosan untuk disinggahi, tapi, tahun
ini entah mengapa hati gue belum tergerak ke sana. Selain karena sudah 4 kali
Yogya dan kalau ke sana lagi, pasti akan menjelajahi tempat yang sama,
keberadaan Ridwan yang kerja di Ibu Kota Jawa Tengah, yakni Kota Semarang,
membuat gue berpikir untuk menghabiskan libur tahun baru di sana. Gue pun
mengajukan Kota Semarang, karena lebih dekat dan kita berdua sama-sama belum pernah
ke sana. Nida setuju.
Setelah
pertimbangan yang matang, menghitung waktu liburan gue di sekolah (supaya ga
bentrok dengan jadwal piket di sekolah) dan juga waktu libur Nida di tempat
kerjanya, kita segera meet up untuk bikin itinery selama di Semarang nanti. Rencananya,
kami akan di sana selama 3 hari 4 malam dan pada hari ke-2 kami akan menyewa
mobil untuk berkeliling kota.
Rabu,
29 Desember 2021 pukul 11.30 WIB kereta Airlangga dari Stasiun
Pasar Senen membawa kami melangkah menuju Ibu Kota Jawa Tengah, tepatnya
Stasiun Semarang Poncol. Dengan tas ransel yang sesak berisi pakaian serta kebutuhan
lain, kami masuk ke gerbong 1 dan duduk di nomor kursi yang telah dipesan.
Perjalanan
akan memakan waktu kurang lebih 6 jam, jadi gue dan nida juga sudah membeli
makan siang di stasiun, agar bisa menghemat pengeluaran (walaupun sebenarnya ga
hemat-hemat amat). Ya, selama perjalanan di kereta, gue dan Nida sangat
bersemangat. Mungkin, karena ini pengalaman perdana Nida naik kereta jarak jauh
dan karena gue juga udah lama banget nggak naik kereta (perjalanan terakhir
tahun 2019 ke Yogya sama Ita). Kita menghabiskan waktu perjalanan dengan
foto-foto, bikin video dan cerita-cerita. Alhamdulillah, gue baik-baik aja
selama keberangkatan dan nggak merasa mual/muntah perjalanan. Gue juga sama
sekali gak merasa bosan, karena disuguhkan pemandangan yang Masya Allah indah
banget dan sangat memanjakan mata.
Foto-foto di jendela kereta |
Pukul
18.30 gue dan Nida sampai di Stasiun Semarang Poncol. Gak menunggu lama, Ketika
tiba kami langsung menuju ke hotel. Kebetulan Hotel tempat kami menginap hanya berjarak
200 meter dari stasiun. Setelah beres-beres dan membersihkan diri, gue mulai
merasa lapar. Kami pun langsung menuju tempat makan yang sudah diidamkan Nida
sejak masih di Jakarta : Angkringan Blendoek.
Angkringan
adalah tempat makan yang cukup hits di semarang, tempatnya semacam café yang
menyediakan live music. Yang paling khas menurut gue adalah makanannya, karena tersedia
beragam jenis makanan, kalau di Jogja gue menyebutnya nasi kucing dan lauk pauk
dengan harga yang sangat terjangkau. Angkringan Blendoek cukup luas dan ramai
saat kami ke sana (mungkin karena sedang final piala AFF Indonesia – Thailand,
jadi angkringan itu menjadi tempat nobar).
Foto di Angkringan Blendoek |
Setelah
perut terisi, gue baru mendapati chat dari Ridwan. Dia yang awalnya bilang gak
bisa menemani, tiba-tiba mau datang dan mengajak gue jalan-jalan malam itu,
soalnya besok dia kerja. Karena gue berdua sama nida, gue minta Ridwan ajak
temennya supaya kita bisa naik motor. Entah kenapa malamnya, gue merasa pusing
kalau harus naik mobil lagi.
Ketemu Ridwan dan temannya |
Akhirnya,
Ridwan datang berdua sama temennya, namanya Mas Fahri dan kita jalan-jalan ke
daerah Kota Lama. Di situ, lokasinya mirip banget sama Kota Tua. Gue dan Nida foto-foto
di Marba dan jalan-jalan sekitar situ. Pukul 23.30 Ridwan mengantarkan gue ke
hotel.
Gue
dan Nida pun segera istirahat, karena besoknya kita harus bangun jam 4 pagi
untuk jalan-jalan menggunakan mobil yang telah kita sewa dari jauh-jauh hari. Sebenernya,
gue sedikit takut, takut mabuk darat karena perjalanan ke tempat wisata sekitar
1 jam 30 menit. Tapi, gue bismillah aja, semoga dengan berpikir positif, tubuh
gue mau bekerja sama dan tidak mabok.
30
Desember 2021 pukul 04.30 WIB
Mas
Fian chat sudah berada di depan Hotel Olympic. Gue dan Nida segera turun dan
perjalanan hari kedua pun dimulai…
Tujuan
pertama kami adalah Bukit Cinta Rawa Pening. Kami sengaja berangkat saat fajar,
karena ingin melihat sunrise di bukit cinta. Namun sayang, meski kami sampai di
sana saat matahari terbit, lokasi wisata masih ditutup dan tidak diizinkan masuk.
Bukit cinta rawa pening baru dibuka jam 7 pagi. Jadilah, kami terduduk di depan
gate masuk.
Saat
sampai di lokasi tersebut, gue sudah merasa mual dan ya, seperti biasa sepertinya
kalau naik mobil lagi, gue akan mabuk. Tubuh udah lemes banget dan gue berkali-kali
bolal-balik kamar mandi. Akhirnya, setelah beberapa jam istirahat, gue udah
merasa mendingan. Gak lama, loket di buka dan kita masuk.
Gue
dan Nida menjadi pengunjung pertama pagi itu. Ya iyalah, siapa coba yang
pagi-pagi buta mau sana? Wkwk. Beruntungnya, karena tempatnya masih sepi, kita bisa
foto-foto dan buat video sepuasnya. Serasa milik sendiri.
Bukit
cinta rawa pening terasa sangat indah. Rawa yang bersih dan langit biru berpadu
menjadi satu. Barisan gunung menjadi penyempurna lukisan Tuhan. Benar-benar
indah dan memanjakkan mata. Masya Allah…
Selesai berfoto dan menikmati keindahan rawa pening, kami bersiap menuju lokasi wisata yang kedua, yaitu Candi Gedong Songo. Kawasan Candi Gedong Songo adalah tempat wisata
yang menjadi keinginan gue sejak di Jakarta. Pokoknya, di semarang wajib ke
sana! Kata gue ke Nida. Dia sih nurut aja, karena emang tempatnya bagus. Tapi,
persoalannya, gue takut naik mobil. Gue bahkan bertanya, apakah di daerah ini
ada ojek dan mau naik ojek aja ☹
Berkali-kali
Mas Fian dan Nida menguatkan. Dia bilang akan bawa mobil dengan lebih pelan
supaya ga mual. Dia juga setuju untuk mematikan AC dan membuka jendela mobil supaya
gue merasa lebih baik. Nida berlapang dada gue duduk di depan dan dia sendirian
di kursi belakang. Awalnya, masih terasa mual, tapi Mas Fian selalu ajak
ngobrol, sehingga gak terasa sudah 1 jam di perjalanan dan tiba-tiba kami sudah
berada di Kawasan Candi Gedong Songo. Ahhh, thank you 😊
Saat
pertama tiba, gue langsung merasa kedinginan. Karena lokasi wisata itu memang
berada di lereng gunung Ungaran. Gue juga merasa sedikit mual. Gue lalu segera
mencari soto dan memutuskan untuk makan soto supaya bisa kuat menyusuri Candi Gedong
Songo. Walau gak bisa makan banyak, karena masih mual, tapi bersyukur masih ada
beberapa sendok nasi yang bisa masuk ke dalam tubuh. Oh iya, gue juga minum teh
hanget. Setelah sarapan, gue dan Nida memutuskan untuk segera masuk ke lokasi
wisata, sedangkan Mas Fian memilih menunggu di parkiran untuk tidur.
Candi
Gedong Songo terdiri dari 5 kawasan candi. Untuk menuju candi satu dan lainnya
kami harus menanjak, menaiki dan menuruni jalan setapak yang cukup curam dan
lumayan jauh. Di pintu masuk, banyak tukang kuda yang menawarkan jasa menaiki
kuda. Kami memilih untuk berjalan kaki agar bisa leluasa menikmati pemandangan.
Perjalanan
ke candi ke satu terbilang cukup mudah, karena masih dekat dengan pintu masuk. Namun,
kondisi candi ke satu sudah agak rusak. Gue dan nida pun memutuskan untuk naik
ke candi ke-2, naik lagi dan terus naik hingga candi ke-5. Medan ke candi
terakhir tentu tidak mudah, di tengah perjalanan kadang kami harus berhenti,
karena gue merasa sangat Lelah dan sesak. Nida juga khawatir sama kondisi gue
yang sebelumnya mual di perjalanan. Dia takut gue ga sanggup dan gak masalah
kalau kita gak bisa mencapai candi ke-5. Tapi, gue bertekad untuk bisa mencapai
candi terakhir. Walau dengan napas terputus, kaki gue tetap melangkah.
Hingga
akhirnya, kami sampai di candi ke-5. Candi ke-5 ini memang satu-satunya candi
yang masih utuh. Saat sampai di sana, gue melihat pemandangan yang sangat
indah. Gue benar-benar merasa berada di atas ketinggian, sehingga bisa leluasa
melihat ke bawah dan menikmati pemandangan yang sangat indah. Makin ke atas
juga makin terasa dingin. Untungnya gue bawa jaket dan pakai pakaian berlapis,
jadi lumayan teratasi. Alhamdulillah.
Foto di depan pintu masuk |
bergaya di Candi ke-1 |
perjalanan menuju candi ke-2 |
selfie with nida di candi ke-3 |
candi ke-3 |
melewati kawah menuju candi ke-5 |
candi ke-5 |
perjalanan turun |
Gue
dan Nida seperti biasa, menghabiskan waktu untuk berfoto ria dan mengabadikannya
dalam rekaman video. Sekitar jam 1 siang, kami turun dan makan siang. Setelah itu,
sholat dan bersiap menuju wisata yang ketiga.
Tujuan
ke tiga adalah Dusun Semilir.
Hal paling menarik yang membuat gue tertarik ke sana adalah perosotan warna-warni yang beberapa waktu lalu pernah viral di media sosial. Tapi, karena kami sampai di sana sore hari, antrian juga Panjang, gue memutuskan gak naik perosotan dan hanya foto-foto di Kawasan wisata dusun semilir (di sana memang cukup banyak spot foto yang instagramable).
Sekitar
jam 4 sore, kami memutuskan kembali ke semarang kota. Sebelum kembali ke hotel,
nida minta ke mas fian untuk mampir ke toko oleh-oleh. Gue beli beberapa makanan
ringan yang kira-kira akan bertahan lama. Gue merasa Cuma beli sedikit, tapi Ketika
bayar dan mau bawa pulang, ternyata udah sekantong plastik besar. Jadi bingung
bawa nya di kereta nanti wkwkw.
Dalam
perjalanan pulang, hujan turun sangat lebat sampai beberapa titik jalan
tergenang air dan banjir lumayan tinggi. Gue takut aja tiba-tiba mobilnya kemasukan
air dan mati di tengah banjir. Tapi, alhamdulillah yang gue takutkan tidak
terjadi dan kita sampai di hotel dengan selamat sekitar pukul 8 malam. Setelah menyelesaikan
pembayaran, gue dan nida segera masuk ke hotel, bersih-bersih dan istirahat. Baru
deh terasa capek dan pegal-pegal seluruh badan. Wkwkw.
31
Desember 2021
Hari
ketiga, gue Cuma ada rencana ma uke Lawang sewu dan klenteng sam poo kong. Karena
Cuma 2 destinasi wisata, kami gak perlu berangkat terlalu pagi. Sekitar jam
setengah 10 kita keluar hotel dan otewe (rencananya mau jalan kaki aja ke lawing
sewu karena dekat dari hotel), tapi ternyata kita salah baca maps dan berakhir
nyasar wkwkw. Karena kemarin udah jalan kaki terus, gue minta naik gocar aja ke
tempat wisatanya. Udah pegel dan kesel karena nyasar cuy. Ahahaha.
Jam
12 siang kami masih asyik foto-foto di klenteng. Klenteng Sam Poo Kong
didominasi warna merah dan kuning. Ya, warna khas klenteng pada umumnya (mirip
di manga dua, Jakarta pusat). Tapi, yang membuat unik adalah patung berukuran
raksasa. Saat kami datang, juga ada pertunjukkan di klenteng tersebut. Akhirnya,
setelah puas berkeliling, kami pun memutuskan segera menuju Lawang Sewu. Supaya
gak kesorean juga, soalnya jam 6 sore kami harus check out dari hotel.
Lawang
sewu persis kayak Museum bank Indonesia dan museum fatahillah sih menurut gue. Cuma
bedanya, ya banyak pintu aja. Secara bangunan, lapangan dan kawasannya
sangat-sangat membuat gue berpikir sedang ada di Jakarta. Karena suasananya
mirip banget kotu, gue tidak berlama-lama di sana, hanya sekitar 2 jam. Kami lalu
memutuskan kembali ke hotel untuk packing dan istirahat sebelum pulang.
Oh
iya, pagi tadi, gue sudah ke stasiun untuk anti gen dan sudah dinyatakan negative.
Jadi, lebih lega saat menuju perjalanan pulang.
Kami
check out jam 6 sore dan saat itu hujan. Nida mencoba memesan gocar, tapi ga
ada driver yang mau (kayaknya karena lokasi hotel dan stasiun yang Cuma 5
menit, jadi mereka ga mau terima). Tapi, untuk jalan kaki gue merasa nida akan
kesulitan karena bawaan dia banyak banget. Gue memutuskan menunggu hujan reda,
kemudian terpaksa jalan kaki ke stasiun dengan bawaan yang lumayan banyak itu. Mau
gimana lagiii…
Akhirnya,
kami melewati pergantian tahun di stasiun semarang poncol. Karena kereta pulang
baru akan datang jam 01.20 dini hari. Gue tidur, bangun, tidur lagi, bangun
lagi sampai kaki kesemutan dan ternyata masih jam 11 malam. Entah kenapa, malam
terasa lama banget. Mungkin karena gue Cuma menunggu. Menunggu memang pekerjaan
paling membosankan.
Jam
1 pagi, gue udah siap-siap dan 20 menit kemudian kereta Kertajaya membawa gue
kembali ke Jakarta. Entah kenapa, walau kereta ini lebih mahal, gue malah
merasa mual dan pusing. Rasanya kayak naik bis. Gue pengen cepet-cepet sampai. Akhirnya,
gue mencoba tidur, meski berkali-kali terbangun dalam kondisi kepala masih juga
pusing.
Finally,
jam 8 pagi gue sampai di stasiun Bekasi. Yap, kami memutuskan untuk turun di Bekasi
dan lanjut gocar ke rumah. Alhamdulillah, jam setengah 10 gue dan nida sudah
sampai di rumah masing-masing.
Perjalanan
ini benar-benar berkesan sih, karena ini perjalanan pertama gue dan nida ke
jawa tengah. Ini juga jadi pengalaman pertama gue melawan diri gue sendiri dan gue
jadi tau bahwa gue tidak selemah itu. Gue bisa mendaki gunung, menikmati keindahan
Sang Pencipta dan mengambil pelajaran dari setiap tempat yang telah gue
singgahi. Gue belajar bahwa setiap orang berjuang di jalannya masing-masing. Tangguhlah
kita!