Sabtu, 23 November 2024

Sebuah Catatan Tentang PPG

Pendidikan Profesi Guru atau yang biasa disingkat PPG adalah sebuah program profesi yang wajib diikuti oleh semua guru dan calon guru. Saat ini bagi para calon guru, wajib mengikuti program PPG Prajabatan, sedangkan para guru yang belum mendapatkan sertifikasi, wajib mengikuti PPG Dalam Jabatan. Nah, berhubung aku adalah salah satu guru yang belum sertifikasi, maka aku mengikuti PPG Dalam Jabatan tersebut. 

Sebagai guru dengan status kerja ASN, sudah dari lama tersiar kabar bahwa kami akan segera dipanggil untuk mengikuti PPG dalam jabatan. Namun, dari pengangkatan di tahun 2019 hingga awal tahun 2024, belum ada realisasi dari kabar tersebut. Meskipun sudah mengikuti pre-test PPG di tahun 2023, namun sampai pertengahan tahun 2024, masih belum ada kabar apapun. 

Bulan Juli 2024, ada pengumuman terbaru, bahwa seluruh guru yang belum sertifikasi akan dipanggil dalam Program PPG Piloting. Sebenarnya, ini program PPG yang lebih sederhana dan memudahkan. Para peserta PPG yang sebelumnya harus mengikuti pembelajaran sekitar 3 bulan penuh melalui zoom, sekarang dipersingkat dan diberikan kesempatan belajar secara mandiri. Bisa belajar di rumah, di sekolah, pagi, siang, sore, malam. Alhamdulillah. 

Di bulan Juli, 2 orang guru di sekolahku terpanggil dalam program PPG Piloting Tahap 1. Sayangnya, namaku belum ada dalam daftar peserta. Sedikit kecewa, karena aku sudah mendambakan bisa mengikuti PPG sejak beberapa tahun lalu. 

Akhirnya, di bulan Agustus 2024, saat pengumuman peserta PPG Piloting Tahap 2, aku terpilih sebagai salah satu peserta PPG Piloting Tahap 2. Alhamdulillah. 

Pengumuman peserta PPG di SIMPKB

Setelah mendapatkan pengumuman itu, aku langsung mengurus pemberkasan mulai dari SKCK, Surat keterangan sehat dan bebas narkoba, dan lain-lain. Sedikit hectic karena jadwal pemberkasan hanya sekitar satu minggu. 

Jadwal PPG Piloting Tahap 2


Pas foto background merah

Selesai menyiapkan pemberkasan, pembelajaran pun dimulai. 

Proses pembelajaran PPG Piloting ternyata benar-benar dilakukan secara mandiri melalui akun SIMPKB. Ada 3 jurnal yang harus dipelajari dan dikerjakan di akhir pembelajaran. Pengerjaan jurnal dilakukan sekitar satu bulan. 

Kolaborasi dengan rekan sejawat




Kolaborasi dengan siswa

Proses pembuatan jurnal dilakukan dengan melakukan kolaborasi dengan rekan-rekan guru dan siswa kelas 2A. 

Setelah proses pembuatan jurnal selesai dan ketiga jurnal sudah diterima dan dinyatakan benar. Aku pun bersiap untuk membuat video UKIN. 

Proses pembuatan video UKIN juga cukup memakan waktu, karena aku punya banyak kekhawatiran. Bagaimana cara membuat video berdurasi 70 menit tanpa dipotong dan diedit? Bagaimana jika waktunya kurang atau lebih? 
Karena kekhawatiran tersebut, aku sampai mengulang video UKIN hingga 4 kali. 
Pun dengan bantuan salah satu guru di sekolah. Big thanks to Bu Esti. XOXO. 
Proses pembuatan video with Bu Esti

Setelah pembuatan video UKIN, PR selanjutnya adalah mengedit video UKIN menjadi 30 menit. Itu juga merupakan pengalaman baru yang aku alami. Mengedit video kurang lebih 2 hari, karena harus menyesuaikan dengan modul ajar. Rasanya sangat lelah dan ingin menyerah. Melakukan semuanya sendirian. Tapi, syukurlah semuanya sudah berlalu. Huhu. 

UKPPPG

Akhirnya hari penentuan pun dimulai, Ujian Pengetahuan (UP) dilaksanakan. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar tanpa ada kendala apapun. 

Tahap terakhir yang ditunggu setelah ujian adalah pengumuman kelulusan. 
Sekitar 2 minggu aku dan seluruh peserta PPG Piloting Tahap 2 berdebar dan berdoa agar kami semua diberikan kelulusan. 
Dan hasilnya... 

Pengumuman Kelulusan 


Alhamdulillah... 
Aku termasuk dalam 202.863 orang yang lulus PPG Piloting Tahap 2. 

Aku tahu, ini bukan akhir, namun awal dari perjalananku sebagai guru profesional. 
Semoga aku dan teman-teman dapat menjadi guru yang lebih baik. 
Aamiin Ya Robbal Alamin. 

Terima kasih juga untuk orangtua, keluarga, teman-teman, rekan kerja dan anak-anak murid yang sudah membantu dalam proses panjang ini. 




Sabtu, 16 Maret 2024

SUMMER IN JAPAN PART II

Ice cream and summer it's perfect match


Summer yang artinya musim panas adalah satu dari empat musim yang ada di Jepang. Terjadi antara bulan Juni hingga Agustus di sepanjang tahun. Musim di mana matahari terlihat lebih lama dan  suhu udara tinggi, kadang di atas 30 derajat celcius. Katanya, saat summer kita harus lebih banyak minum air putih agar tidak dehidrasi. 

Musim panas itulah yang menyambut kami saat pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Haneda. Tapi menurutku, justru ini adalah waktu terbaik dan musim yang sangat tepat untuk mengunjungi Jepang bagi orang Indonesia, tepatnya orang Jakarta yang sudah terbiasa dengan cuaca panas. 

Setelah mengambil koper dan wifi portable yang sudah dipesan, kami segera menaiki kereta menuju rumah kontrakan Ita. Syukurlah, perlahan keadaanku mulai membaik dan cukup kuat menaiki kereta. Rasanya lega bahwa kita akan menaiki kereta bukan bus atau mobil. Rumah Ita ternyata cukup jauh dari bandara, memakan waktu sekitar 2,5 jam. 

Jika mengikuti rencana, harusnya setelah kedatangan kami pergi ke second store membeli beberapa baju untuk digunakan selama di Jepang. Aku memang sengaja tak membawa banyak baju karena ingin membeli di sini. Sayangnya, hari itu tak berjalan sesuai rencana. Karena kondisiku yang tidak memungkinkan, hari itu kami langsung pulang, beristirahat dan berharap besok kondisiku lebih baik sehingga bisa mengikuti rencana yang ada. 

27 Juni 2023 

     

Senin, 11 Maret 2024

YOGYAKARTA DI PENGHUJUNG TAHUN 2023

Yogyakarta. 

Lagi-lagi kota itulah yang terbersit dalam pikiranku untuk menghabiskan waktu libur semester. Sudah lama rasanya tak mengunjungi kota gudeg itu. Aku ingat, terakhir kali kakiku sampai di Stasiun Lempuyangan adalah tahun 2019. Kala itu, aku berlibur bersama Ita dan menginap di rumah salah satu temannya. 

Di akhir tahun 2023, aku pun memutuskan untuk menuntaskan rindu pada kota yang selalu membuat nyaman hatiku. Kota pertama yang kudatangi melalui perjalanan panjang sendirian. Kota yang kemudian kudatangi lagi bersama teman-teman bidikmisi. Kota yang pernah mempertemukanku dengan seseorang. Kota yang istimewa. 

Pertengahan tahun 2023, aku dan guru-guru di sekolah mulai merencanakan perjalanan ini. Setelah memesan tiket KA Bengawan, kami pun mulai merencanakan tujuan wisata yang akan didatangi selama di Yogya. Kebetulan, salah satu rekan guru di sekolah mempunyai rumah di daerah Bantul, sehingga kami bisa menghemat pengeluaran. Alhamdulillah. 

Ya, pada perjalanan kali ini, aku pergi bersama rekan-rekan guru di sekolah yang berjumlah kurang lebih 14 orang. Yang lainnya berencana menyewa sebuah mobil elf untuk membawa mereka berjalan-jalan. Sedangkan aku, memutuskan menyewa trijek (ojek motor). Berkali-kali mereka membujukku agar ikut di mobil saja, namun, aku paling tahu tentang kondisi dan keterbatasanku. Jadi, aku menjelaskan dan tidak ingin merusak perjalanan karena kondisiku yang mabuk darat. Sebenarnya agak malu menjelaskan dan mengulang-ulang penjelasan ini. Ada yang tak percaya, sebab aku pernah ke luar negeri. Ada yang mengatakan belum terbiasa karena belum punya mobil sendiri. Aku hanya tersenyum, apapun itu aku terima. 

Selama di Yogya, ada beberapa tempat wisata yang ingin aku tuju. Sayangnya, ada beberapa tempat yang sulit diakses menggunakan mobil. Jadi, aku berpisah dari rombongan dan hanya pergi bersama Mbak Tri (pengendara trijek yang aku sewa). Aku tentu tidak keberatan, karena aku sudah terbiasa pergi sendiri. It's fine. Gwencahana~ 

Hari Keberangkatan

Minggu, 17 Desember 2023

Pagi-pagi sekali, Bapak mengantarku ke Stasiun Pasar Senen. Dengan menaiki motor tuanya, Bapak tidak pernah lelah mengantar dan menjemputku. Aku ingat, saat pergi ke Yogya bersama teman-teman bidikmisi, Bapak juga yang mengantarku ke stasiun. Tak terhitung banyaknya perjalanan yang diantar atau dijemput oleh Bapak. Terima kasih, Pak, karena selalu bersedia. 

Aku sampai di stasiun sekitar jam 6 pagi, segera mencetak tiket dan bersama-sama masuk ke dalam kereta Bengawan dan bersiap meninggalkan hiruk-pikuk kota Jakarta. 

Delapan jam perjalanan di KA Bengawan tidak membuatku bosan, mungkin karena aku pergi bersama guru-guru, sehingga selalu ada bahan obrolan sepanjang perjalanan. Aku juga merasa nyaman, walau KA Bengawan memiliki kursi yang tegak, aku sama sekali tidak merasa mual atau pusing. Lain halnya ketika menaiki kereta eksekutif, aku justru merasa pusing. Aneh sekali bukan? Mungkin aku yang terlalu kampungan. Haha

Pukul 14.00 WIB kami telah tiba di Stasiun Lempuyangan. 



Aku dan teman-teman dijemput oleh saudara Bu Sumarmi dan segera memboyong kami ke Bantul. Ternyata, jarak dari Kota Yogya ke Bantul lumayan jauh, karena itu aku memutuskan naik ojek motor, aku benar-benar takut mual jika naik mobil dalam jarak yang jauh. 

Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya kami sampai juga di Bantul. Aku disambut oleh gudeg dan krecek, makanan favoritku. Setelah makan, kami segera membersihkan diri dan beristirahat untuk perjalanan esok. 

Senin, 18 Desember 2023 

Pagi-pagi sekali aku sudah membuka mata dan mempersiapkan diri. Aku sangat bersemangat, karena sudah menyiapkan beberapa tempat wisata yang akan kudatangi. Salah satunya adalah Pantai Wohkudu. Aku sudah sangat lama ingin mengunjungi pantai ini dan sering melihatnya di sosial media.

Jam 7 pagi, Mbak Tri dengan motornya sudah menjemputku. Perjalanan ini dimulai~ 

Tempat pertama yang kukunjungi adalah Pantai Wohkudu. Ya, wishlist pertama dan utamaku. 

Perjalanan menuju Pantai Wohkudu bisa dibilang cukup sulit, setelah melalui perjalan panjang dan melewati jalan berliku yang naik-turun, kami sampai di tempat parkir motor. Selanjutnya, kami harus turun melewati jalan berbatu dan terjal dan harus jalan kaki! Kami juga harus berhati-hati karena batu-batu itu kadang tajam. Walau hanya 15 menit berjalan kaki, cukup membuat kakiku lelah. Mungkin karena aku juga jarang berolahraga. 

Tapi sungguh, pemandangan dan keindahan Pantai Wohkudu membayar semua rasa lelah itu. 

Keindahan Pantai Wohkudu

Itu adalah pertama kalinya aku melihat sesuatu yang indah, seindah yang biasa kulihat di media sosial. Seringnya, aku kecewa karena tempat asli tidak sesuai ekspektasi. Tapi, pantai wohkudu lebih indah aslinya dibandingkan semua foto dan video yang pernah kulihat. 

Cantiknya

Pantai dengan pasir putih yang membentang luas, batu karang kokoh yang memecah ombak, cekungan air yang disinggahi ikan warna-warni juga makhluk hidup lain yang unik. Ditambah suasana sepi, membuat pantai itu serasa menjadi pantai pribadi. Aku puas memandangi ombak, main pasir dan membentuknya menjadi karakter-karakter lucu, berfoto juga membuat video di ayunan yang ada di pinggir pantai. 

Bermain pasir

Di sekitar pantai juga masih terdapat hutan dan banyak monyet liar yang berkeliaran. Benar-benar sangat alami dan menyenangkan berada di sana. Setelah selesai mengabadikan momen, aku singgah di warung di pinggir pantai, meminum es teh manis, lalu melanjutkan perjalanan. 

Tempat kedua yang kudatangi yaitu Pantai Kesirat. 

Pantai ini terletak tidak jauh dari Pantai Wohkudu, namun di pantai ini tidak terdapat pasir. Tempat ini biasanya digunakan untuk memancing dan menikmati matahari terbit atau terbenam. Sebenarnya, agak kurang cocok didatangi apalagi di sing hari. Tapi, daripada tidak sama sekali, aku memilih untuk mendatanginya. 

Berfoto bersama ikon Pantai Kesirat

Laut dan langit yang bersatu

Meski tidak datang di waktu yang tepat, Pantai Kesirat tetap menakjubkan di mataku. Bisa melihat laut dari ketinggian, berpadu dengan langit yang biru. Laut yang luas seakan tak berujung bersanding dengan megahnya langit siang itu. Sebuah jalan setapak terlihat mengular menuju orang-orang yang sedang memancing. Karena siang itu terlalu panas, aku memutuskan tidak terlalu lama di Pantai Kesirat. Setelah puas memandangi lautan, mengambil beberapa foto dan beristirahat di warung pinggir pantai, kami memutuskan melanjutkan perjalanan.

Sekitar jam 1 siang, aku sudah sampai di tempat ketiga, yaitu Teras Kaca. 

Sebenarnya, di Teras Kaca ini tidak banyak yang kulakukan. Aku mendatangi tempat ini, karena Teras Kaca menjadi meeting point bersama rekan-rekan guru. Kami bertemu, makan siang bersama dan berfoto. Di teras kaca, spot foto yang kunaiki adalah Ayunan yang menuju ke laut. Meski cukup mahal, tapi aku merasa puas menikmati sensasi memacu adrenalin, berayun di ketinggian. 

Takut tapi seru!

Hari sudah semakin sore, aku pun menuju daftar terakhir dalam perjalanan ini : Puncak Segoro. 

Tangga menuju restoran

Puncak Segoro jam 3 sore

Puncak Segoro adalah tempat yang cukup viral di Yogya. Sebenarnya, tempat ini adalah restoran yang menempel pada dinding tebing. Di bawahnya, kita langsung disajikan pemandangan laut yang luas. Karena penasaran, aku pun mendatangi tempat viral ini. Harga masuknya sekitar 50 ribu, itu pun sudah termasuk voucher makan. Meski makanan di sini tidak terlalu enak, tapi tak apa, karena sejak awal aku hanya ingin menikmati pemandangannya saja. Katanya, waktu terbaik mendatangi tempat ini adalah sore hari, saat matahari mulai terbenam. Namun, sepertinya, lagi-lagi aku tidak datang di waktu yang tepat, karena saat itu baru pukul 3 sore. 

Puncak Segoro seperti namanya, ada di ketinggian. Di tempat ini, aku lebih banyak duduk, istirahat dan mengobrol dengan mbak Tri. Aku juga melihat beberapa kapal nelayan yang sedang mencari ikan. Kapan nelayan terlihat sangat kecil dari atas sini. Ia terombang-ambing di lautan lepas. Ombak yang tidak selalu tenang membuat kapal terus bergerak, kadang terlihat seperti akan tenggelam. Tapi ajaibnya, para nelayan tetap berani menerjang laut lepas. Dengan keseimbangan yang hebat, aku melihat mereka berdiri di atas kapal kayu yang bergoyang-goyang diterpa ombak. Aku membayangkan betapa menakutkannya itu. Mereka mempertaruhkan hidup untuk menyambung hidup demi keluarganya. 

Laut yang tak berujung tak membuat mereka gentar, ombak yang menerjang tak membuat mereka mundur, bahkan jika hasil laut tak begitu banyak dan hanya terjual murah, mereka tetap berlayar. 

Aku jadi berpikir, apakah hidup ini seperti perjalanan para nelayan?

Kita menjalani hari-hari yang penuh kemungkinan, entah itu baik atau buruk. Masa depan yang luas selalu menanti di depan mata, tapi kita tak boleh takut menghadapinya. Kadang ada saat kita merasa ombak itu terlalu keras dan membuat kita goyah, tapi kita harus tetap menjaga keseimbangan dan bertahan, karena pada akhirnya kita akan memperoleh hasil dari semua usaha itu. Ketakutan yang sebelumnya kurasakan tentang hidup, berubah menjadi kepasrahan pada ketetapan-Nya. Apapun yang terjadi dalam hidup ini, bukankah sudah ada yang mengatur? Bahkan sehelai daun pun tidak akan jatuh tanpa izin Allah SWT, jadi kenapa kita harus takut menghadapi hari esok yang penuh kemungkinan? 

Aku merasa amat bersyukur hari itu. Bukan bersyukur karena pekerjaanku lebih mudah dari para nelayan, tapi bersyukur karena ada satu pelajaran dari perjalanan ini. 

Puncak Segoro menjadi tempat terakhir yang aku kunjungi sebelum akhirnya kembali pulang ke Bantul. 

Selasa, 19 Desember 2023

Aku akan menceritakannya di postingan yang lain ^^      

Minggu, 20 Agustus 2023

SUMMER IN JAPAN

Tamagawadai Park


Musim panas dan Negara Jepang adalah paduan yang sempurna di akhir bulan Juni. Saat suhu panas belum mencapai puncaknya, juga saat hujan sesekali masih datang menyapa. 

Sudah sedari lama aku berencana mengunjungi negara tempat Ita menimba ilmu. Namun karena pandemi covid dan beberapa musibah seperti kehilangan motor, aku harus menunda keberangkatan. Setelah beberapa tahun mengumpulkan tabungan, juga mengurus dokumen seperti paspor dan visa, akhirnya atas izin Allah SWT di tahun 2023 tepatnya di awal musim panas, aku tiba di Jepang. 😊 

25 Juni 2023, selepas maghrib
Bapak mengantarkanku menggunakan kendaraan roda dua menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Aku bersikeras tak ingin naik mobil menuju bandara karena takut mabuk darat. Akhirnya bapak bersedia mengantarkan. 
Selesai sholat maghrib, aku dan bapak sudah bersiap. Untungnya, satu koper dan satu tas besar sudah aku titipkan di mobil Miss Abay. 
Jadi, aku menuju bandara hanya membawa tas ransel yang berisi dokumen penting, handphone dan dompet. 

Baru sampai di daerah Tanjung Priok, tiba-tiba langit menjadi gelap dan gerimis mulai turun. Bapak merasa cemas, karena sebelumnya tidak memperkirakan akan hujan, jadi tidak membawa jas hujan yang lengkap. 

Motor bapak terus melaju, sambil aku berharap gerimis segera reda. Tapi, bukannya berhenti, gerimis semakin besar dan berubah menjadi hujan lebat. Motor bapak menepi, kami memakai jas hujan seadanya. Hanya atasan. 
Untuk melindungi sepatu, aku membeli dua buah pelastik hitam.

Setelah beberapa jam menerjang hujan, sekitar jam sembilan malam, aku dan bapak sampai di bandara. Saat aku tiba, ternyata Miss Abay dan keluarganya juga sudah tiba. 

Bandara Soekarno Hatta

 

Kami menyempatkan untuk berfoto bersama di Bandara sebelum check-in. Alhamdulillah sepatu yang tadi di bungkus plastik berhasil terselamatkan dan tidak basah. Meski tubuh terasa dingin karena diguyur hujan, ditambah dinginnya bandara Soetta, aku masih bersemangat untuk bergaya. Haha. Namun, saat check-in akhirnya, aku merasakan hawa dingin yang menusuk kulit, sehingga dipinjamkan jaket oleh Miss Leyla (kakaknya miss abay). Thank you, miss leyla ^^

Setelah menyiapkan dokumen dan memastikan semua barang terbawa, aku bersiap menuju counter check-in. Antrian cukup mengular, tapi kami masih sabar menunggu. Perasaanku saat itu benar-benar campur aduk, excited, bahagia, takut dan semacamnya, apalagi ini adalah keberangkatan pertamaku ke luar negeri secara mandiri. Ya, saat ke Singapura beberapa tahun lalu, aku hanya sebagai peserta yang mengikuti instruksi panitia. Kali ini pun adalah penerbangan pertama miss abay ke luar negeri! Dengan bismillah, kami membulatkan tekad dan yakin bahwa kami akan baik-baik saja. 

Di counter check-in, aku meminta pada petugas untuk duduk bersebelahan dengan miss abay. Petugas menyanggupi, namun hanya untuk penerbangan dari Jakarta - Manila. Katanya, di Manila, kami harus konfirmasi lagi jika ingin duduk bersebelahan. Kemudian, koper kami diambil dan perjalanan ini benar-benar baru saja dimulai! 

Saat itu masih sekitar jam 11 malam, sedangkan pesawat kami akan flight sekitar jam setengah 2 malam. Tapi, karena saking bersemangat, kami memutuskan masuk dan menunggu di dalam saja. Kami berpamitan dengan keluarga dan berjalan menuju gate keberangkatan. 

Sebelum masuk ke gate, tentunya kita harus melewati bagian imigrasi. Ada 2 cara, yaitu scan e-paspor atau dengan cara manual. Miss abay bisa melewati pintu dengan cara scan paspor, sedangkan aku gagal, sehingga harus melalui pemeriksaan manual oleh petugas imigrasi. Sebenarnya, petugas tidak banyak bertanya, ia hanya bertanya tujuannya ke mana dan pergi bersama siapa. Aku menjawab dengan pasti, kemudian dipersilakan lewat. Alhamdulillah. 

Setelah melewati bagian imigrasi, kami berjalan mencari gate yang sesuai dengan tiket pesawat kami. Untungnya, gate itu dekat, setelah menuruni eskalator dan berjalan sebentar kami sudah sampai. Kami pun mencari tempat yang nyaman untuk menunggu keberangkatan. Aku masih bersemangat, membayangkan rencana kami dalam 12 hari ke depan, tempat-tempat yang akan dikunjungi dan yang pasti pertemuan dengan adikku yang telah beberapa tahun tak berjumpa. Meski tengah malam, aku sama sekali tak merasa mengantuk. 

Akhirnya, waktu yang ditunggu-tunggu tiba, satu per satu penumpang mulai masuk ke dalam pesawat. Rasanya? mendebarkan! Aku perjalan pelan menuju seat. Pertama kali berada di dalam pesawat, rasanya biasa saja. Kursi 3 3 di kanan kiri berjajar rapi. Aku mendapatkan bagian duduk di tengah-tengah. 

Anehnya, baru sekitar dua puluh menit pesawat lepas landas, aku mulai merasa pusing dan mual. Gawat, aku merasa ingin muntah! Dalam hati berpikir, bagaimana ini, aku tidak menyiapkan kantung plastik. Aku benar-benar tidak menduga akan mabuk dalam perjalanan ini. Untungnya, di pesawat ada kantung muntah. Aku segera mengambilnya dan benar saja, seluruh isi perutku keluar. Seketika aku merasa lemas, pusing dan tak bertenaga. Seluruh rencana indah dalam pikiranku melayang, hanya satu yang kuinginkan saat ini : PULANG!

Perjalanan empat jam dari Jakarta menuju Manila adalah perjalanan yang sangat menyiksa, aku terus menerus mabuk hingga tak bisa melakukan apapun selain menundukkan kepala di dalam kantung muntah😭. Aku bahkan tak bisa makan atau minum. Untungnya, ada Miss abay yang sabar dan bersedia membantuku dalam keadaan tak berdaya di dalam pesawat.   

Setelah empat jam, akhirnya pesawat kami tiba di Bandara Ninoy Aquino. Dengan langkah pelan, aku keluar dari pesawat dan meminta miss abay untuk ke toilet terlebih dulu. Aku tak lagi memikirkan bagaimana penampilanku saat itu. Pasti terlihat sangat menyedihkan, bukan? 
Cukup lama aku berada dalam toilet, karena perasaan pusing dan mual itu masih terasa. Aku benar-benar bingung dan ingin menyerah saat itu. Rasanya, tak sanggup membayangkan harus berada dalam pesawat lagi selama empat jam ke depan. Tapi, aku juga tak bisa membatalkan penerbangkan selanjutnya dan kembali ke Jakarta, karena ini bukan hanya tentangku, ada orang lain yang berada di sampingku dan punya mimpi menginjakkan kaki ke negeri sakura. 

Aku menangis sambil berjongkok di dalam toilet. Benar-benar tak tahu harus apa. Perutku sakit karena terus-menerus muntah, kepala pusing, tak ada makanan bahkan air yang bisa ditelan. Dalam hati, terus mengatakan ingin kembali. Dengan langkah lunglai, aku keluar dari toilet dan melihat Miss Abay di depan menungguku dengan sabar. Dia menanyakan keadaanku. 
Setelah melihatnya, aku memutuskan untuk tak menyerah. Kita sudah sejauh ini, aku telah menunggu bertahun-tahun untuk perjalanan ini. Biarlah, bagaimanapun di pesawat nanti, meski harus terus membawa kantung muntah dalam pesawat, aku tak apa.

Kami melanjutkan perjalanan, melalui imigrasi Filipina dan menunggu pesawat yang akan membawa kami dari Manila ke Tokyo, Jepang. Selama menunggu kedatangan pesawat, aku hanya duduk bersandar. Jika sebelumnya aku berencana foto-foto dan membuat video di Filipina, saat itu hanya berdiri tegak saja aku tidak mampu. 

Perjuanganku menuju Tokyo belum usai. Ketika masuk ke pesawat kali ini tempat dudukku dan miss abay tidak lagi bersebelahan. Ya, kami duduk cukup berjauhan. Dalam kondisi mabuk darat, aku duduk bersebelahan dengan orang asing (yang sepertinya pasangan suami istri), kepalaku yang sudah pusing bertambah pusing karena harus memikirkan bahasa inggris saat hendak meminta kantung muntah miliknya. Untungnya, mereka terlihat baik hati, peka dan memahami bahasa tubuhku. Ah, bahkan di saat seperti itu masih ada banyak hal yang harus kusyukuri. 

Seperti sebelumnya, aku pun tidak makan maupun minum di dalam pesawat. Aku hanya terduduk lemas, sambil memegang kantung muntah selama empat jam. 

Setelah perjalanan panjang itu, akhirnya pesawat kami mendarat di Bandara Haneda, Tokyo. Aku memilih keluar belakangan, ketika tiba di depan gate, miss abay sudah menunggu sambil tersenyum. Alhamdulillah aku berhasil, kita sampai di Jepang! Senang tentu saja, tapi ada yang mengusik pikiran, aku bingung bagaimana caranya pulang. Ya, baru saja tiba, tapi aku sudah memikirkan bagaimana caranya pulang. Apakah aku boleh meminjam kantong ajaib doraemon dan meminta pintu ke mana saja? Apakah aku boleh meminta Aladin menjadi nyata dan menjemputku dengan karpetnya? Khayalan itu memenuhi pikiranku. 

Tempat pertama yang kami tuju tentunya toilet. Aku ingin membersihkan diri, membersihkan pakaianku yang kotor juga mencuci muka agar terlihat sedikit segar. Pengalaman pertama menggunakan toilet jepang membuatku merasa nyaman. Jujur saja, ini lebih baik dibandingkan saat di Manila. 

Setelah merasa lebih baik, aku segera menuju pintu keluar. Kami pun diperiksa oleh petugas imigrasi, setelah dipastikan tidak membawa barang-barang terlarang, kami diizinkan keluar. Di pintu keluar, ternyata Ita sudah menunggu kami sambil membawa papan tulis kecil bertuliskan : Welcome in Japan!

Aku terharu, ketika melihatnya, aku baru sadar bahwa aku benar-benar telah sampai di Jepang! 

Kini, aku merasa lebih baik. Aku seperti memiliki rumah untuk bersandar setelah perjalanan panjang dan melelahkan. Sekarang, mari kita mulai perjalanan ini dengan menyenangkan!

  
  




  

Minggu, 09 Januari 2022

Semarang : Kota yang Akan Selalu Kukenang

 

Persiapan keberangkatan dari Stasiun Ps. Senen

Pada pertengahan Desember 2021, Nida secara tiba-tiba mengirim pesan whatsapp berisi ajakan jalan-jalan. Bukan ke Bogor atau Bandung, dia mau jalan-jalan ke Yogyakarta! Wow, agak kaget juga, soalnya kita belum pernah jalan-jalan sejauh itu dan sampai merencanakan menginap berhari-hari. Nida emang patner jalan-jalan yang seru, mungkin karena dia juga suka mendaki gunung, jadi lebih fit dan ga ngeluh dengan jalan-jalan yang kadang banyakan jalan kakinya.

Yogyakarta memang kota yang nyaman dan nggak pernah bosan untuk disinggahi, tapi, tahun ini entah mengapa hati gue belum tergerak ke sana. Selain karena sudah 4 kali Yogya dan kalau ke sana lagi, pasti akan menjelajahi tempat yang sama, keberadaan Ridwan yang kerja di Ibu Kota Jawa Tengah, yakni Kota Semarang, membuat gue berpikir untuk menghabiskan libur tahun baru di sana. Gue pun mengajukan Kota Semarang, karena lebih dekat dan kita berdua sama-sama belum pernah ke sana. Nida setuju.

Setelah pertimbangan yang matang, menghitung waktu liburan gue di sekolah (supaya ga bentrok dengan jadwal piket di sekolah) dan juga waktu libur Nida di tempat kerjanya, kita segera meet up untuk bikin itinery selama di Semarang nanti. Rencananya, kami akan di sana selama 3 hari 4 malam dan pada hari ke-2 kami akan menyewa mobil untuk berkeliling kota.

Rabu, 29 Desember 2021 pukul 11.30 WIB kereta Airlangga dari Stasiun Pasar Senen membawa kami melangkah menuju Ibu Kota Jawa Tengah, tepatnya Stasiun Semarang Poncol. Dengan tas ransel yang sesak berisi pakaian serta kebutuhan lain, kami masuk ke gerbong 1 dan duduk di nomor kursi yang telah dipesan.

Perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 6 jam, jadi gue dan nida juga sudah membeli makan siang di stasiun, agar bisa menghemat pengeluaran (walaupun sebenarnya ga hemat-hemat amat). Ya, selama perjalanan di kereta, gue dan Nida sangat bersemangat. Mungkin, karena ini pengalaman perdana Nida naik kereta jarak jauh dan karena gue juga udah lama banget nggak naik kereta (perjalanan terakhir tahun 2019 ke Yogya sama Ita). Kita menghabiskan waktu perjalanan dengan foto-foto, bikin video dan cerita-cerita. Alhamdulillah, gue baik-baik aja selama keberangkatan dan nggak merasa mual/muntah perjalanan. Gue juga sama sekali gak merasa bosan, karena disuguhkan pemandangan yang Masya Allah indah banget dan sangat memanjakan mata.

Foto-foto di jendela kereta

Pukul 18.30 gue dan Nida sampai di Stasiun Semarang Poncol. Gak menunggu lama, Ketika tiba kami langsung menuju ke hotel. Kebetulan Hotel tempat kami menginap hanya berjarak 200 meter dari stasiun. Setelah beres-beres dan membersihkan diri, gue mulai merasa lapar. Kami pun langsung menuju tempat makan yang sudah diidamkan Nida sejak masih di Jakarta : Angkringan Blendoek.

Angkringan adalah tempat makan yang cukup hits di semarang, tempatnya semacam café yang menyediakan live music. Yang paling khas menurut gue adalah makanannya, karena tersedia beragam jenis makanan, kalau di Jogja gue menyebutnya nasi kucing dan lauk pauk dengan harga yang sangat terjangkau. Angkringan Blendoek cukup luas dan ramai saat kami ke sana (mungkin karena sedang final piala AFF Indonesia – Thailand, jadi angkringan itu menjadi tempat nobar).

Foto di Angkringan Blendoek

Setelah perut terisi, gue baru mendapati chat dari Ridwan. Dia yang awalnya bilang gak bisa menemani, tiba-tiba mau datang dan mengajak gue jalan-jalan malam itu, soalnya besok dia kerja. Karena gue berdua sama nida, gue minta Ridwan ajak temennya supaya kita bisa naik motor. Entah kenapa malamnya, gue merasa pusing kalau harus naik mobil lagi.

Ketemu Ridwan dan temannya

Akhirnya, Ridwan datang berdua sama temennya, namanya Mas Fahri dan kita jalan-jalan ke daerah Kota Lama. Di situ, lokasinya mirip banget sama Kota Tua. Gue dan Nida foto-foto di Marba dan jalan-jalan sekitar situ. Pukul 23.30 Ridwan mengantarkan gue ke hotel.





Gue dan Nida pun segera istirahat, karena besoknya kita harus bangun jam 4 pagi untuk jalan-jalan menggunakan mobil yang telah kita sewa dari jauh-jauh hari. Sebenernya, gue sedikit takut, takut mabuk darat karena perjalanan ke tempat wisata sekitar 1 jam 30 menit. Tapi, gue bismillah aja, semoga dengan berpikir positif, tubuh gue mau bekerja sama dan tidak mabok.

30 Desember 2021 pukul 04.30 WIB

Mas Fian chat sudah berada di depan Hotel Olympic. Gue dan Nida segera turun dan perjalanan hari kedua pun dimulai…

Tujuan pertama kami adalah Bukit Cinta Rawa Pening. Kami sengaja berangkat saat fajar, karena ingin melihat sunrise di bukit cinta. Namun sayang, meski kami sampai di sana saat matahari terbit, lokasi wisata masih ditutup dan tidak diizinkan masuk. Bukit cinta rawa pening baru dibuka jam 7 pagi. Jadilah, kami terduduk di depan gate masuk.

Saat sampai di lokasi tersebut, gue sudah merasa mual dan ya, seperti biasa sepertinya kalau naik mobil lagi, gue akan mabuk. Tubuh udah lemes banget dan gue berkali-kali bolal-balik kamar mandi. Akhirnya, setelah beberapa jam istirahat, gue udah merasa mendingan. Gak lama, loket di buka dan kita masuk.

Gue dan Nida menjadi pengunjung pertama pagi itu. Ya iyalah, siapa coba yang pagi-pagi buta mau sana? Wkwk. Beruntungnya, karena tempatnya masih sepi, kita bisa foto-foto dan buat video sepuasnya. Serasa milik sendiri.

Bukit cinta rawa pening terasa sangat indah. Rawa yang bersih dan langit biru berpadu menjadi satu. Barisan gunung menjadi penyempurna lukisan Tuhan. Benar-benar indah dan memanjakkan mata. Masya Allah…










Selesai berfoto dan menikmati keindahan rawa pening, kami bersiap menuju lokasi wisata yang kedua, yaitu Candi Gedong Songo. Kawasan Candi Gedong Songo adalah tempat wisata yang menjadi keinginan gue sejak di Jakarta. Pokoknya, di semarang wajib ke sana! Kata gue ke Nida. Dia sih nurut aja, karena emang tempatnya bagus. Tapi, persoalannya, gue takut naik mobil. Gue bahkan bertanya, apakah di daerah ini ada ojek dan mau naik ojek aja

Berkali-kali Mas Fian dan Nida menguatkan. Dia bilang akan bawa mobil dengan lebih pelan supaya ga mual. Dia juga setuju untuk mematikan AC dan membuka jendela mobil supaya gue merasa lebih baik. Nida berlapang dada gue duduk di depan dan dia sendirian di kursi belakang. Awalnya, masih terasa mual, tapi Mas Fian selalu ajak ngobrol, sehingga gak terasa sudah 1 jam di perjalanan dan tiba-tiba kami sudah berada di Kawasan Candi Gedong Songo. Ahhh, thank you 😊

Saat pertama tiba, gue langsung merasa kedinginan. Karena lokasi wisata itu memang berada di lereng gunung Ungaran. Gue juga merasa sedikit mual. Gue lalu segera mencari soto dan memutuskan untuk makan soto supaya bisa kuat menyusuri Candi Gedong Songo. Walau gak bisa makan banyak, karena masih mual, tapi bersyukur masih ada beberapa sendok nasi yang bisa masuk ke dalam tubuh. Oh iya, gue juga minum teh hanget. Setelah sarapan, gue dan Nida memutuskan untuk segera masuk ke lokasi wisata, sedangkan Mas Fian memilih menunggu di parkiran untuk tidur.

Candi Gedong Songo terdiri dari 5 kawasan candi. Untuk menuju candi satu dan lainnya kami harus menanjak, menaiki dan menuruni jalan setapak yang cukup curam dan lumayan jauh. Di pintu masuk, banyak tukang kuda yang menawarkan jasa menaiki kuda. Kami memilih untuk berjalan kaki agar bisa leluasa menikmati pemandangan.

Perjalanan ke candi ke satu terbilang cukup mudah, karena masih dekat dengan pintu masuk. Namun, kondisi candi ke satu sudah agak rusak. Gue dan nida pun memutuskan untuk naik ke candi ke-2, naik lagi dan terus naik hingga candi ke-5. Medan ke candi terakhir tentu tidak mudah, di tengah perjalanan kadang kami harus berhenti, karena gue merasa sangat Lelah dan sesak. Nida juga khawatir sama kondisi gue yang sebelumnya mual di perjalanan. Dia takut gue ga sanggup dan gak masalah kalau kita gak bisa mencapai candi ke-5. Tapi, gue bertekad untuk bisa mencapai candi terakhir. Walau dengan napas terputus, kaki gue tetap melangkah.

Hingga akhirnya, kami sampai di candi ke-5. Candi ke-5 ini memang satu-satunya candi yang masih utuh. Saat sampai di sana, gue melihat pemandangan yang sangat indah. Gue benar-benar merasa berada di atas ketinggian, sehingga bisa leluasa melihat ke bawah dan menikmati pemandangan yang sangat indah. Makin ke atas juga makin terasa dingin. Untungnya gue bawa jaket dan pakai pakaian berlapis, jadi lumayan teratasi. Alhamdulillah.

Foto di depan pintu masuk

bergaya di Candi ke-1

perjalanan menuju candi ke-2



selfie with nida di candi ke-3

candi ke-3

melewati kawah menuju candi ke-5





candi ke-5

perjalanan turun


Gue dan Nida seperti biasa, menghabiskan waktu untuk berfoto ria dan mengabadikannya dalam rekaman video. Sekitar jam 1 siang, kami turun dan makan siang. Setelah itu, sholat dan bersiap menuju wisata yang ketiga.

Tujuan ke tiga adalah Dusun Semilir.

Hal paling menarik yang membuat gue tertarik ke sana adalah perosotan warna-warni yang beberapa waktu lalu pernah viral di media sosial. Tapi, karena kami sampai di sana sore hari, antrian juga Panjang, gue memutuskan gak naik perosotan dan hanya foto-foto di Kawasan wisata dusun semilir (di sana memang cukup banyak spot foto yang instagramable).








Sekitar jam 4 sore, kami memutuskan kembali ke semarang kota. Sebelum kembali ke hotel, nida minta ke mas fian untuk mampir ke toko oleh-oleh. Gue beli beberapa makanan ringan yang kira-kira akan bertahan lama. Gue merasa Cuma beli sedikit, tapi Ketika bayar dan mau bawa pulang, ternyata udah sekantong plastik besar. Jadi bingung bawa nya di kereta nanti wkwkw.

Dalam perjalanan pulang, hujan turun sangat lebat sampai beberapa titik jalan tergenang air dan banjir lumayan tinggi. Gue takut aja tiba-tiba mobilnya kemasukan air dan mati di tengah banjir. Tapi, alhamdulillah yang gue takutkan tidak terjadi dan kita sampai di hotel dengan selamat sekitar pukul 8 malam. Setelah menyelesaikan pembayaran, gue dan nida segera masuk ke hotel, bersih-bersih dan istirahat. Baru deh terasa capek dan pegal-pegal seluruh badan. Wkwkw.

31 Desember 2021

Hari ketiga, gue Cuma ada rencana ma uke Lawang sewu dan klenteng sam poo kong. Karena Cuma 2 destinasi wisata, kami gak perlu berangkat terlalu pagi. Sekitar jam setengah 10 kita keluar hotel dan otewe (rencananya mau jalan kaki aja ke lawing sewu karena dekat dari hotel), tapi ternyata kita salah baca maps dan berakhir nyasar wkwkw. Karena kemarin udah jalan kaki terus, gue minta naik gocar aja ke tempat wisatanya. Udah pegel dan kesel karena nyasar cuy. Ahahaha.

Jam 12 siang kami masih asyik foto-foto di klenteng. Klenteng Sam Poo Kong didominasi warna merah dan kuning. Ya, warna khas klenteng pada umumnya (mirip di manga dua, Jakarta pusat). Tapi, yang membuat unik adalah patung berukuran raksasa. Saat kami datang, juga ada pertunjukkan di klenteng tersebut. Akhirnya, setelah puas berkeliling, kami pun memutuskan segera menuju Lawang Sewu. Supaya gak kesorean juga, soalnya jam 6 sore kami harus check out dari hotel.







Lawang sewu persis kayak Museum bank Indonesia dan museum fatahillah sih menurut gue. Cuma bedanya, ya banyak pintu aja. Secara bangunan, lapangan dan kawasannya sangat-sangat membuat gue berpikir sedang ada di Jakarta. Karena suasananya mirip banget kotu, gue tidak berlama-lama di sana, hanya sekitar 2 jam. Kami lalu memutuskan kembali ke hotel untuk packing dan istirahat sebelum pulang.






Oh iya, pagi tadi, gue sudah ke stasiun untuk anti gen dan sudah dinyatakan negative. Jadi, lebih lega saat menuju perjalanan pulang.

Kami check out jam 6 sore dan saat itu hujan. Nida mencoba memesan gocar, tapi ga ada driver yang mau (kayaknya karena lokasi hotel dan stasiun yang Cuma 5 menit, jadi mereka ga mau terima). Tapi, untuk jalan kaki gue merasa nida akan kesulitan karena bawaan dia banyak banget. Gue memutuskan menunggu hujan reda, kemudian terpaksa jalan kaki ke stasiun dengan bawaan yang lumayan banyak itu. Mau gimana lagiii…

Akhirnya, kami melewati pergantian tahun di stasiun semarang poncol. Karena kereta pulang baru akan datang jam 01.20 dini hari. Gue tidur, bangun, tidur lagi, bangun lagi sampai kaki kesemutan dan ternyata masih jam 11 malam. Entah kenapa, malam terasa lama banget. Mungkin karena gue Cuma menunggu. Menunggu memang pekerjaan paling membosankan.

Jam 1 pagi, gue udah siap-siap dan 20 menit kemudian kereta Kertajaya membawa gue kembali ke Jakarta. Entah kenapa, walau kereta ini lebih mahal, gue malah merasa mual dan pusing. Rasanya kayak naik bis. Gue pengen cepet-cepet sampai. Akhirnya, gue mencoba tidur, meski berkali-kali terbangun dalam kondisi kepala masih juga pusing.

Finally, jam 8 pagi gue sampai di stasiun Bekasi. Yap, kami memutuskan untuk turun di Bekasi dan lanjut gocar ke rumah. Alhamdulillah, jam setengah 10 gue dan nida sudah sampai di rumah masing-masing.

Perjalanan ini benar-benar berkesan sih, karena ini perjalanan pertama gue dan nida ke jawa tengah. Ini juga jadi pengalaman pertama gue melawan diri gue sendiri dan gue jadi tau bahwa gue tidak selemah itu. Gue bisa mendaki gunung, menikmati keindahan Sang Pencipta dan mengambil pelajaran dari setiap tempat yang telah gue singgahi. Gue belajar bahwa setiap orang berjuang di jalannya masing-masing. Tangguhlah kita!