[ Cerita
Tentang Kegagalan ]
Tahun 2011, aku lulus dari sekolah
menengah pertama, dengan nilai yang sangat memuaskan. Alhamdulillah, aku
mendapatkan peringkat ke-5 dari seluruh siswa kelas 9. Aku bahagia dan
bersyukur dengan hasil pencapaian belajarku selama 3 tahun. Sambil berharap,
setelah lulus SMP, aku dapat melanjutkan ke SMA favorit yang kudambakan. Namun sayangnya,
masalah biaya dan kondisi ekonomi orangtua, membuatku tak mampu mendaftar ke
SMA itu. Letaknya yang jauh dan mahalnya uang gedung yang harus dibayar
mematahkan impianku. Aku sedih. Rasa kecewa memenuhi hatiku. Pada malam-malam
yang sepi, kadang aku merutuki nasib, mengapa kedua orangtuaku tidak mampu membiayai
pendidikan yang kuharap.
Ibu dan bapak tak memiliki mimpi
yang tinggi tentang pendidikanku. Asal aku dapat sekolah. Di manapun itu. Sudah
cukup. Akhirnya, aku melanjutkan sekolah di SMK, dengan program kejuruan
Akuntansi. Aku tak dapat menolak, karena hanya sekolah itulah yang mampu
dibiayai oleh orangtuaku. Bukankah aku harus bersyukur karena masih dapat
melanjutkan pendidikan?
Aku memendam kecewa. Juga mengubur
mimpi untuk kuliah dalam-dalam. Lulusan SMK memang tidak disiapkan untuk
kuliah, namun untuk bekerja. Ya, ketika lulus nanti, bekerja adalah hal yang
diharapkan oleh orangtuaku. Tak lain untuk membantu perekonomian keluarga. Sedikit
demi sedikit, aku mencoba menerima. Aku selalu percaya, takdir-Nya tak pernah
salah.
Meskipun bersekolah di SMK tak
sesuai keinginan, aku tetap belajar dengan sungguh-sungguh. Aku tak ingin
mengecewakan ibu dan bapak yang telah bersusah payah menyekolahkanku. Alhamdulillah,
aku termasuk siswa berprestasi dan selalu mendapat peringkat 3 besar di kelas. Karena
prestasi itu, pihak sekolah mendaftarkanku untuk mengikuti rekrutmen langsung
di perusahaan yang bekerja sama dengan sekolah. Namun, aku gagal di tes awal. Rasanya
aneh sekali, kecewa yang kurasakan lebih besar. Aku pun mengikuti berbagai
kegiatan job fair. Membawa berkas lamaran dengan pakaian hitam putih. Mendatangi
perusahaan untuk tes wawancara. Dan, hasilnya masih nihil. Tak ada satu pun
panggilan kerja yang kuterima. Aku pun gagal SNMPTN dan USM STAN. Kegagalan bertubi-tubi
yang membuatku merasa putus asa.
Di tengah rasa hampir menyerah, aku diberikan
informasi tentang program bidikmisi, untuk bisa kuliah secara gratis, dengan
syarat nilai rapot di atas 85. Alhamdulillah, aku dapat mendaftar. Kemudian mengikuti
ujian SBMPTN yang benar-benar tak dapat kupahami. Soal-soal SMA yang tak pernah
kudapatkan di bangku SMK benar-benar terasa sulit. Semua pertanyaan itu sangat
asing bagiku. Apakah aku bisa? Apakah aku mampu? Bagaimana jika aku gagal lagi?
Berkali-kali rasa pesimis itu mendera.
Setelah mengetahui program
bidikmisi, Ibu dan bapak pun mendukung keinginanku untuk melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi. Meskipun awalnya mereka menginginkanku bekerja, aku boleh
terlebih dahulu berusaha menggapai mimpi. Atas kuasa Allah, aku mendapatkan
keajaiban dan obat dari semua kegagalan yang kurasakan sebelumnya. Ya, aku
dinyatakan lulus SBMPTN dengan program bidikmisi. Artinya, aku akan berkuliah
secara gratis selama 4 tahun ke depan dan dibiayai oleh pemerintah. Masya Allah
J
Pada semester kedua, aku mengajar
les untuk meringankan beban ibu dan bapak. Pendapatanku selama mengajar
kugunakan untuk kegiatan perkuliahan, sehingga sejak itu, aku tak lagi meminta
uang jajan pada mereka. Alhamdulillah. Aku sangat bersyukur akan hal tersebut.
Di tahun ke-empat. Allah memberikan
kelancaran pada proses perkuliahanku. Aku wisuda. Meskipun bukan sebagai
wisudawan terbaik, aku tetap bersyukur dapat menyelesaikan pendidikanku. Membuat
ibu dan bapak bahagia dapat melihatku mengenakan toga dan wisuda. Sungguh besar
nikmat dan kuasa-Mu, Ya Rob.
Masih di tahun yang sama, beredar
informasi tentang pembukaan tes CPNS. Awalnya, aku merasa sama sekali tak
tertarik untuk mendaftar, namun bapak dan ibu memintaku ikut. Dan atas kuasa
Allah SWT serta ridho orangtua, aku dapat lolos CPNS.
Saat ini, aku sedang mengerjakan
rangkaian tugas CPNS yang akan membuat huruf C hilang. Meski kadang terasa
lelah, aku tetap menjalaninya dengan semangat. Aku mengingat, betapa banyak
orang di luar sana yang mengharapkan apa yang sedang kujalani.
Ya Allah, mudahkanlah....