Senin, 06 Desember 2021

Selamat Tinggal



Kemarin, seorang tetangga (yang adalah kerabat jauhmu) datang ke rumah. Tanpa ditanya, ia langsung menjabarkan alasan kedatangannya : menjahit baju untuk menghadiri hari bahagiamu. Kamu, yang sudah lama tak kudengar kabarnya. Kamu, yang sudah lama kuupayakan untuk lenyap dari ingatan.

Katanya, hari Minggu di bulan November pernikahanmu akan digelar. Aku tentu tidak bertanya, tapi telingaku selalu mencuri dengar dari dalam kamar. Entah karena suaranya yang terlalu keras, atau karena aku yang terlalu keras kepala masih ingin tahu kabarmu. Diam-diam, aku mendengarkan dengan seksama. Seperti seorang murid yang khusyuk mendengar nasihat gurunya. 

Itu bukan kabar buruk. Jadi, aku tidak boleh bersedih.

Itu tentu kabar baik. Namun, aku minta maaf karena tidak bisa ikut berbahagia.

Bibirku membentuk bulatan, ber-oh, saat Mama menyampaikan ulang kabar pernikahanmu. Sesingkat itu, kemudian bergegas menuju kamar. Menghindari percakapan yang kutahu akan melukai hatiku lebih dalam.

Ini sudah tahun kesekian sejak aku bertekad untuk melupakan dan tak lagi berharap pada kekosongan. Meski kadang harapan itu datang : “Jika aku menunggu sedikit lebih lama, akankah kamu menghampiriku dengan perasaan yang sama?”

Kota hujan menjadi tempat yang kau pilih untuk mengikat janji. Kota yang juga adalah kampung halamanku. Kota yang di dalamnya kusimpan banyak cerita. Kini, kota itu menambah satu lagi ceritanya : tempat di mana cinta pertamaku melabuhkan hati, namun bukan di hatiku.  

Sebenarnya, saat mendengar kabar itu pertama kali, aku ingin sekali membuka akun media sosial dan menelusuri siapa wanita yang berhasil meluluhkan hatimu. Aku penasaran setengah mati. Namun, di detik berikutnya, kuurungkan niat itu. Siapapun dia. Aku yakin dia orang yang baik. Dia bisa memberikanmu kebahagiaan dan akhirnya keyakinan untuk mengarungi hidup dalam bahtera rumah tangga.

Kini, hatimu telah menjadi miliknya. Tak ada harapan sedikitpun untuk impianku di masa lalu.

Di masa depan, aku tetap berharap kamu selalu berbahagia.

Di masa depan, aku juga ingin berbahagia, meski bukan bersamamu.

Sudah ya, kisah ini sudah berakhir.

Mungkin, kedatangannya ke rumahku adalah suatu pertanda sekaligus untuk mengatakan padaku agar mengakhiri perasaan di masa lalu dan memberi ruang bagi cinta yang akan datang.

Untuk kamu, aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih telah menjadi cinta pertamaku. Terima kasih telah menjadi sosok imajinasi dalam tulisan-tulisanku.

Selamat menempuh hidup baru, semoga berbahagia selalu…. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar