International Youth Singapore Cultural and Education Exchange (IYSCEE) 2016
Oleh: Anisa Sholihat (PGSD FIP UNJ)
Kegiatan “International
Youth Singapore Cultural and Education Exchange 2016” telah dilaksanakan
dan berjalan dengan lancar dari tanggal 17 Agustus 2016 sampai tanggal 19
Agustus 2016 di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Kegiatan ini
diikuti oleh berbagai mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia, antara
lain, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Indonesia, UIN Yogyakarta, UIN
Bandung dan lain-lain. IYSCEE 2016 diselenggarakan atas kerjasama Education and Cultural Overseas Network
Exchange (EdConex) dan Pelajar
Indonesia di NTU (PINTU), dengan tujuan agar mahasiswa Indonesia dapat
memahami sistem pendidikan di Singapura, khususnya suasana pendidikan di
Nanyang Technological University (NTU).
Kegiatan IYSCEE 2016 diawali dengan keberangkatan
para delegasi ke Negara Singapura. Universitas Negeri Jakarta tercatat sebagai
perguruan tinggi yang mengirimkan delegasi terbanyak, yakni enam (6) orang,
yang berasal dari program studi maupun fakultas yang berbeda. Tepat ketika hari
kemerdekaan Indonesia tiba, saya dan para delegasi meninggalkan tanah air untuk
menimba ilmu pengetahuan di Negara Singapura.
Masih di tanggal 17 Agustus 2016, sekitar pukul
sebelas, bus damri membawa saya beserta rombongan menuju Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Kami tiba di Bandara pada pukul 12.30 WIB, kemudian
melaksanakan sholat dzuhur dan makan siang bersama. Setelah itu, kami boarding dan check-in, lalu menunggu jadwal keberangkatan pesawat Lion Air yang
akan menerbangkan kami ke Negeri Singapura. Tepat pukul 15.30 WIB, pesawat Lion
Air membawa saya dan para delegasi meninggalkan tanah air.
Pesawat mendarat dengan mulus di Bandar Udara
Internasional Changi Singapura pada pukul 19.30 waktu setempat. Setelahnya,
kami pun melaksanakan sholat dan makan malam. Ternyata, bukan hal mudah untuk
mencari makanan halal di Singapura, karena hanya sedikit tempat makan yang
memiliki label halal, salah satunya KFC. Setelah perut terisi, panitia membawa
kami menuju penginapan. Kami bermalam di Hostel Travellers Loft yang beralamat
di Jalan Lavender Besar.
Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 2016, saya
beserta para delegasi mempersiapkan diri untuk kegiatan inti, yakni Seminar Internasional dan International Panel Discussion (IPD)
bersama mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan di Nanyang
Technological University, Singapura. Pagi-pagi sekali, saya bangun dan bersiap
mengenakan pakaian yang telah ditentukan, yakni kemeja, jas, rok dan berbagai
atribut lain. Kemudian, kami segera pergi ke MRT terdekat untuk menuju Nanyang
Technological University (NTU). Sekitar pukul 09.00 waktu Singapura, kami
menaiki MRT dari stasiun Dhoby Ghaut
menuju Pioneer. Dilanjutkan dengan
menaiki bus bertingkat menuju kawasan kampus NTU. Kami menaiki MRT dan bus
menggunakan Singapore Touris Pass (STP) yang disediakan oleh panitia EdConex.
Saya dan kawan-kawan, tiba di kampus NTU pukul
09.30, lalu dilanjutkan sarapan di kantin NTU. Tepat pukul 10.00 waktu
setempat, kami memasuki sebuah ruangan di dalam kampus NTU. Di sana, kami
bertemu dengan beberapa mahasiswa NTU yang berasal dari Indonesia. Yang pertama
ialah Samuel Juan Prasetya, ia merupakan ketua organisasi PINTU. Selanjutnya, Theresia
Marten, merupakan mahasiswi jurusan komunikasi yang berasal dari Padang dan
yang terakhir ialah Samuel Tjandra.
Setelah perkenalan singkat tersebut, kami pun
memulai kegiatan Seminar Internasional. Seminar internasional ini diisi oleh
Samuel Tjandra, yang memaparkan mengenai sistem pendidikan di Singapura, mulai
dari tingkat terendah, yaitu taman kanak-kanak hingga jenjang perguruan tinggi.
Selain itu, dalam seminar tersebut juga dijelaskan tentang iklim perkuliahan di
Nanyang Technological University. Setelah seminar, para delegasi diberikan
kesempatan untuk bertanya lebih detail mengenai sistem pendidikan di Singapura.
Saya sendiri, tertarik mengenai keunggulan sistem pendidikan di Singapura yang
tertata dengan sangat rapi, sehingga menghasilkan kualitas pendidikan yang baik
dan diakui oleh dunia internasional.
Berdasarkan hasil seminar tersebut, dapat kami
ketahui, bahwa Negara Singapura begitu matang dan serius dalam menangani
pendidikan di negaranya. Hal ini dapat dilihat dari tertatanya sistem
pendidikan, mulai dari ketentuan usia, tingkatan pendidikan dan tersedianya
pilihan pendidikan bagi masyarakat, seperti kelas akselerasi, yang
mempersingkat masa pendidikan formal. Maka tak heran, jika kebanyakan mahasiswa
di Singapura memiliki usia yang jauh lebih muda dibanding mahasiswa di
Indonesia.
Setelah kegiatan Seminar Internasional berakhir.
Kami melanjutkan kegiatan selanjutnya, yakni International Panel Discussion,
dengan tema “Implementation Of Singapore
Education Development Strategy For Indonesia” yang membahas keunggulan
sistem pendidikan di Singapura dan penerapannya di Indonesia.
Dalam kegiatan International Panel Discussion, para
delegasi yang berjumlah 18 orang dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing
kelompok diberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tema, antara lain:
1. Apa
kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Singapura?
2. Apa
kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana
menerapkan strategi pendidikan Singapura di Indonesia?
4. Tantangan
apa yang akan dihadapi Indonesia?
Setiap kelompok kemudian mendiskusikan jawabannya.
Mahasiswa NTU pun bergabung dalam kelompok diskusi ini dan ikut memberikan
pendapat. Kegiatan IPD berjalan sangat aktif dan menyenangkan. Para delegasi
dapat saling memberi pendapat dan mengkoreksi satu sama lain. Di sini,
pengetahuan kami mengenai sistem pendidikan menjadi semakin luas dan kompleks.
Setelah diskusi dalam kelompok kecil, perwakilan
setiap kelompok kemudian mempresentasikan hasil diskusi di depan semua
kelompok. Setiap kelompok menyampaikan gagasan dan inovasi yang dapat dilakukan
oleh Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, serta
meninjau hambatan dan penyelesaiannya dengan cara efektif.
Setelah melaksanakan International Panel Discussion,
saya menyadari bahwa pengetahuan saya mengenai sistem pendidikan sangat sempit,
sehingga saya ingin terus belajar dan haus akan ilmu. Pun setelah mengetahui
berbagai keunggulan sistem pendidikan di Singapura, saya menjadi semakin yakin,
bahwa Indonesia akan mampu mengembangkan sistem pendidikan yang ada agar
menjadi lebih baik. Di Indonesia sendiri, penerapan kurikulum 2013 sedikit
banyak memuat nilai-nilai positif yang hampir mirip dengan sistem pendidikan di
Singapura, yakni student centre, di
mana, siswalah yang aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam diskusi tersebut, saya memandang bahwa
kelebihan sistem pendidikan di Singapura, ialah perhatian pemerintah yang besar
pada pendidikan dan kesadaran setiap masyarakat tentang pentingnya pendidikan
bagi masa depan mereka. Tersedianya berbagai fasilitas pendidikan pun menjadi
penunjang yang sangat besar bagi kesukseskan pendidikan di negara tersebut.
Selain itu, para pendidik di Singapura, mendidik dengan sangat professional dan
meluangkan waktu 24 jam sebagai pendidik, sehingga, apabila siswa ingin
bertanya mengenai pelajaran, guru selalu siap memberikan penjelasan.
Menurut saya, keunggulan sistem pendidikan di Singapura
disebabkan karena Negara Singapura adalah negara yang kecil (luasnya hanya
719,1 km2), sehingga mereka dapat memberikan perhatian ekstra. Hal
itu sangat berbeda dengan Negara Indonesia yang begitu luas. Negara Indonesia
adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali pulau besar maupun kecil.
Karena itu, negara kita sedikit kesulitan dalam menangani berbagai masalah
mengenai pendidikan. Meski begitu, saya yakin, kita dapat berupaya lebih keras
dan saling membahu demi peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini secara
menyeluruh.
Langkah awal yang bisa kita lakukan ialah menanamkan
mindset kepada seluruh lapisan
masyarakat bahwa pendidikan adalah hal yang penting dalam hidup, apalagi
memasuki era globalisasi seperti saat ini. Selanjutnya, kita bisa memulai
dengan menggerakkan literasi (baca-tulis) di kalangan masyarakat sekitar.
Pemahaman mengenai proses pembelajaran pun perlu dipahami oleh semua orangtua,
agar orangtua tidak menuntut anak mereka mendapatkan nilai yang tinggi dengan
cara yang salah. Pemahaman bahwa proses dan pengetahuan lebih penting
dibandingkan hasil adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, karena keberhasilan pendidikan tidak semata diukur oleh nilai atau skor
yang didapat.
Setelah IPD, kami diberikan kesempatan untuk
mengelilingi kampus NTU. Mahasiswa NTU asal Indonesia mengajak kami ke berbagai
sudut kampus, seperti kantin, ruang kelas, tempat kegiatan mahasiswa, serta
gedung perpustakaan. Kami pun berkesempatan mempelajari budaya kampus NTU yang
begitu multikultural dan toleran.
Sore harinya, kami meninggalkan kampus NTU dengan
kembali menaiki bis dan MRT. Kemudian, panitia EdConex memandu saya dan para
delegasi untuk menikmati keindahan Negara Singapura. Kami pun berkeliling
Singapura menggunakan trasnportasi MRT dan bis bertingkat. Ada beberapa tempat
yang kami kunjungi, antara lain: Merlion, Gardens By the Bay, Marina Bay,
Universal Studio, Little India dan Asian Civilization Museum.
Dalam kunjungan tersebut, saya mengetahui berbagai
budaya yang tumbuh dan berkembang di Singapura, salah satunya budaya India.
Budaya India terasa sangat kental di kawasan Little India, dari mulai ornament,
tempat ibadah, hingga pasar tradisional yang ada di sana. Selain Little India,
saya pun mengunjungi Asian Civilization Museum, di museum tersebut, saya
mendapatkan wawasan baru mengenai sejarah berbagai agama yang berkembang di
Singapura.
Selama berada di Singapura, saya merasakan keragaman
budaya dan bahasa. Ada 3 budaya yang sangat dominan, yakni Melayu, India dan
China. Hebatnya, ketiga budaya tersebut dapat beriringan dan saling menghargai
satu sama lain. Sikap toleransi warga Singapura patut dijadikan contoh oleh Bangsa
Indonesia, agar dapat saling menghargai dan menghormati berbagai perbedaan yang
ada di masyarakat. Bahkan kita dapat saling membahu untuk meningkatkan nilai
jual Bangsa Indonesia di mata dunia.
Pada tanggal 19 Agustus 2016, kami berkemas untuk
kembali ke tanah air. Kami kembali menaiki pesawat Lion Air untuk menuju
Bandara Soekarno-Hatta. Akhirnya, sekitar pukul 19.30 WIB, kami tiba di tanah
air dengan selamat. Saya dan para delegasi kembali ke Indonesia dengan membawa
pengalaman dan pemahaman mengenai keunggulan sistem pendidikan dan kebudayaan
di Singapura, untuk Indonesia yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar