Jumat, 13 April 2018

Catatan Dari Desa Gunung Datar


Catatan dari Desa Gunung Datar



Tanggal 21 Januari sampai 24 Januari 2016, gue ikut serta dalam acara “Bebenah Pendidikan Banten” yang digagas oleh Komunitas Lentera Surosoan, salah satu foundernya, yakni Kak Mardy, mahasiswa akhir jurusan Pendidikan Geografi, FIS, UNJ. Bebenah Pendidikan Banten adalah kegiatan kerelawanan yang bergerak di bidang pendidikan, terutama pendidikan dasar dan pengenalan tentang kebidikmisian.
Awalnya, gue tahu tentang kegiatan “Bebenah Pendidikan Banten” dari grup facebook Bidikmisi. Berhubung tanggal 21 – 24 Januari gue sedang libur semester, jadilah, gue daftar sebagai salah satu relawan. Selain untuk mengisi liburan, gue juga  pengen memberikan sedikit kontribusi sebagai mahasiswa bidikmisi kepada masyarakat (ciielah).
Setelah daftar, ikut briefing dan bayar 150.000 rupiah, akhirnya, hari Kamis, tanggal 21 Januari 2016, jam 2 lewat beberapa menit, mobil tronton berwarna biru tua (dengan supir yang mantan pembalap) bergerak maju meninggalkan kampus tercinta – UNJ, menuju Desa Gunung Datar, Pandeglang, Banten.
By the way, ini adalah pengalaman pertama gue ke Banten. Yap, first time kaki gue nginjek tanah Banten, and gue seneng banget. Bersama para relawan lain, kami pun berbincang. Ternyata, kebanyakan relawan adalah orang-orang yang udah gue kenal sebelumnya, yaitu kak Himma, Tyas, Ade, Ida, dan yang nggak kenal, kenalan deh.
Oh iya, ketika pembagian kelas, gue ditempatin di KELAS IPA, yang bertugas mengajarkan praktikum. Tau gak sih gimana speechels-nya gue, secara anak SMK Akuntansi, yang hampir belum pernah melakukan percobaan, disuruh mengajar siswa SD. Bikin pelangi, ular berbusa, kapilaritas, gunung merapi, dll. Agak repot sih, dan bingung juga, tapi, berkat bimbingan Kak Salamoan (mahasiswa akhir jurusan Teknik Elektro, UNJ dan mantan ketua Kelompok Peneliti Muda) akhirnya, gue bisaaaa!!!! Makasih banyak lho, kak Moan J
Di Tim IPA, gue bergabung sama Kak Ajeng, Kak Fitri, Kak Hana, Ani, Kak Sakinnah, Nadi, dan Kak Umi.
Tanggal 22 Januari, gue beserta Tim kerepotan bawa barang-barang praktik ke sekolah (yang sebenernya nggak jauh dari homestay). Ada yang bawa kardus, botol minuman, sampai pewarna makanan dan cuka. Emang deh, Tim IPA yang paling repot, apalagi di malam sebelumnya, kita udah dibriefing sama Kak Moan sampe jam 12 lewat, hahaha.
Akhirnya, hari yang dinantikan pun tiba.
Sekitar jam setengah delapan pagi, gue masuk kelas!
Saat itu, gue kebagian mengajar kelas 2 SD. Awalnya, gue pikir akan biasa-biasa aja, mengingat, gue udah lebih dari 6 bulan ngajar les dan ketemu anak-anak. Tapi ternyata.... mengajar kali ini beda! Sangat berbeda!
Pertama, di kelas ini, ada lebih dari 20 anak, padahal, biasanya, gue cuma ngajar di depan 5 atau paling banyak 10 orang anak. Jadi, gue agak gerogi gitu. Wkwkkw.
Kedua, di kelas ini, gue mau ngajak mereka praktikum. Sesuatu yang baru banget gue pelajari. Yang sama sekali belum gue kuasai.
Tapi, alhamdulillah, proses belajar – mengajar belajar dapat berjalan lancar. Anak-anak SD gunung datar terlihat sangat senang dan antusias dengan setiap praktikum yang mereka lakukan.
Di kelas 2, gue dan tim mempraktikkan teori kapilaritas (duh, gue aja udah lupa materinya). Di kelas 4, praktikum gunung merapi, yang meletus-letus itu lho. Dan terakhir, di kelas 6, praktik tentang bahaya merokok.
Di kelas 2 dan 4, semuanya berjalan mulus dan lancar, tapi, di kelas 6, ada kendala yang hampir membuat kami putus asa (lebay). Jadi, asap rokok yang harusnya masuk ke dalam botol, justru keluar dan memenuhi ruang kelas, membuat mereka dan kita batuk. Hooooaaaaa, untungnya di percobaan terakhir, Kak Ajeng bisa mempraktikannya hingga berhasil.
Di hari selanjutnya, 23 Januari. Gue dan Ani bertugas menjaga Pos Konsentrasi. Memindahkan lingkaran besi tanpa menyentuh tiang yang ada di tengah, kalau lingkaran besi nyentuh, maka lampu akan menyala dan keluar suara gitu. Alatnya keren deh, siapa dulu yang bikin, anak KPM gitu lho.
Hari itu, menurut gue, berlangsung cukup lama. Gue dan Ani lumayan kerepotan menangani anak-anak yang ada di kelas, sampai akhirnya, Ida dan Nadi ikut bantuin dan jaga anak-anak. Ahahha. Ternyata, susah banget ya, Bu.
Setelah dua hari mengajar (dengan amatir), sore harinya, sekitar pukul setengah 3, kami jalan-jalan ke pemandian air dingin di Pandeglang. Di sana, ada kolam renang yang air nya dingiiiiin. Gue sih gak berminat buat berenang (emang gak bisa renang juga sih), akhirnya cuma celupin kaki ke kolam. Abis itu, cuma duduk-duduk di gazebo dan liatin ikan emas yang gedeeeee banget di sana. Udah. Itu doang sih. Tapi, yang menurut gue seru banget adalah, tracknya, jadi setelah turun dari tronton, sebelum menuju pemandian air dingin, gue harus jalan, cukup jauh, tapi pemandangannya itu lho. Masya Allah, bagus banget deh.
Hari terakhir, 24 Januari 2016, gue udah packing, mau siap-siap pulang ke Jakarta, udah kangen banget sama rumah soalnya, hahhaa. Setelah gotong royong bersihin sekolahan dan sarapan, kita tinggal nunggu panitia siap-siap dan pulang.
Sebelum pulang, gue sempet ngobrol sama anak-anak di sana. Nurul, kelas 4 SD, malah bilang gini,”Jangan pergi, Kak.” Ah, gue sedih sih dengernya, tapi gimana lagi, life must go on. “Kakak, kan masih sekolah juga, Nurul belajar yang rajin ya, biar pinter dan bisa kayak kakak,” jawabku akhirnya.
Oh iya, di sana juga, ada seorang siswi SD, kelas 2. Namanya, Hilwa. Dia lucu banget dan setiap gue liatin, pasti senyum. Manis banget kan? Pas gue tanya,”Mama kamu ada?” dia bilang mamanya di Jakarta, jualan bakso. “Oh, kalau Bapak?” tanya gue lagi, kata dia bapaknya ada di Bandung. Gue pun akhirnya nanya, kamu tinggal di sini sama siapa? Nenek? Hilwa jawab, neneknya belum lama ini meninggal, dan dia tinggal sama uwa nya. Duh, kasihan sekali kamu, Hilwa. Semoga kamu sukses ya, sayang! :*
Finally, jam 10 lebih dikit, tronton yang gue dan seluruh tim bebenah pendidikan banten naikin jalan, roda mobil berputar, meninggalkan Desa Gunung Datar, dengan segala kenangan di dalamnya.
Setelah mengikuti kegiatan ini, gue jadi sedikit tahu, gimana kondisi sekolah dasar di daerah terpencil seperti Banten. Semoga ke depannya, pemerintah lebih peka dan memberikan fasilitas pendidikan serta kualitas pendidik yang setara dengan sekolah yang ada di kota besar macam Jakarta. Semoga. Aamiin.


Jakarta, 27 Januari 2016

Anisa Sholihat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar