Selasa, 12 Desember 2017

Bidikmisi Award UNJ 2015 (Repost dari Blog Orang)


*REPOST DARI BLOG ORANG*



2nd Bidik Misi Award UNJ 2015
Assalamualaikum nih kawan..
Apa kabar? Sudah lama absen di dunia perbloggan nihhh heheh *Apa sih rum*

Oh iya mau carita gak tau sih sedikit apa banyak heheh, kenapa sih lama banget absen dalam dunia perbloggan, jadi ini nih alasannya..
Sesuai judul yang saya tulis di atas nih, menjadi salah satu alasan saya absen nulis di blog dalam waktu yang cukup lama, untuk salah dua nya nanti saya akan ceritakan di postan saya berikutnya yaaa buat yang kepo hehehe

Nah apasih BidikMisi Award itu sendiri? kita sebutnya BM Award aja ya biar lebih singkat hehehe

BM Award yaitu salah satu kegiatan dari FBM UNJ dalam rangka memberikan penghargaan kepada mahasiswa bidikmisi unj yang tentunya berprestasi nih kawan. Ada banyak bidang untuk penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa BM UNJ nih.

Acara BM Award yang kedua ini mengambil tema umum yakni 'Pendidikan Inspiratif', alasan mengambil tema ini adalah karena pindidikan haruslah bisa mengubah sesuatu hal menjadi lebih baik dan bisa menjadi inspirasi untuk orang lain.



Dan pada BM Award ini memiliki rangkaian acara yang luar biasa, pertama acara ini dimulai dari Opening BM Award sekaligus seminar Pendidikan dengan tema "Mewujudkan Pendidik Inspiratif untuk Membentuk Karakter Generasi Muda Berprestasi" pada tanggal 3 Oktober 2015, dan alhamdulillah acara ini berlangsung lancar dengan peserta sekitar 200 orang.

Setelah itu, ada lomba debat nih yang berlangsung meriah pada tanggal 14 Oktober 2015 dan diikuti oleh 21 tim dari berbagai universitas yang ada di wilayah Jobodetabek, dan penampilan mereka kece - kece loh, karena mereka bukan tim amatiran lagi nih tapi sebagian besar sudah memiliki jam terbang yang gak sedikit.

Dan terakhir adalah acara puncak dari BM Award yang alhamdulillah sudah terlaksana pada tanggal 15 Oktober 2015 yakni acara PENGANUGRAHAN.
Acara yang paling dinanti karena pada acara ini para nominator akan mendapat Award dari BidikMisi UNJ, sekaligus pengumuman pemenang lomba dan pastinya juga akan hadiahnya dong. Pada acara puncak ini banyak banget penampilan dari pengisi acara kece, apa aja sih? Nih dicatet ya, acara ini dibuka oleh Teater of English Departmen yang kece banget dah, terus ada penampilan dari D'Papeda juga grup nasyid acapella yang jam terbangnya udah kemana - mana dan FYI aja nih grup ini pernah jadi Juara loh pas lomba nasyid di Islamic book fair, dan terakhir ada persembahan lagu dari mahasiswa BidikMisi nih..

Oh iya, ada juga nih Launching film ' Air Mata Surga' dan 'Negeri Van Oranje' dan ada bagi-bagi tiket nonton bareng kepada seluruh peserta dan panitia loh dari wardah, nah buat yang dapet ditunggu ya nobarnya hehehe

Gimana? Kebayang kan acaranya yang seru banget ini hehehe
Oh iya biar gak penasaran nih saya kasih tau deh yang depet award sama pemenang lombanya...
Simak yaaaa...


Ada 11kategori yang akan diberikan penghargaan yuk coba di list nih:
1. Ter Karya Tulis : Friska Ruswandani (FMIPA 2014)
2. Ter Kewirausahaan : Ramdhani Murdiana (FE 2012)
3. Ter Public Speaker : Dina Chaerani (FBS 2013)
4.Ter Organisatoris : Rizki Fajrianto (FT 2012)
5. Ter Seni dan Sastra : ArtiYuliani (FE 2014)
6. Ter Eksis : Ramdhani Murdiana (FE 2012)
7. Ter Olahraga : Ayatullah Muhammad R. (FIK 2012)
8. Ter Pengabdian Masyarakat : Indah Luthfika (FBS 2013)
9. Ter Olimpiade :Tita Desyara (FBS 2015)
10. Ter Desain :Imam Bukhori (FT 2013)
11. Ter Lifetime Achievement : Pak Syamsi

Nah mahasiswa ter-ter itu menang bukan karena asal pilih nih kawan jadi ada penilaiannya yakni dinalai dari vote yang telah didapat dan beradasarkan indikator pada CV yang mereka kirim dengan persentase 30% dan 70%.

Oh iya pada acara BM Award ini juga ada lomba nya loh kawan.. Apa aja sih lombanya?
1. Lomba Essai
Juara 1 : Sumardi (UNJ)
Juara 2 : Akhmad Mukhlason (UNAIR)
Juara 3 : Ayi Hambali (UNJ)
2. Lomba Komik
Juara 1 : Monica Ayu Oktiviani
Juara 2 : Novia Rahmawati
Juara 3 : Imam Bukhori
3. Lomba Kisah Inspiratif
Juara 1 : Anisa Sholihat
Juara 2 : Neni Damayanti
Juara 3 : Istiandari
4. Lomba Debat
Juara 1 : Tim FBS UNJ atas nama Dina Chaerani, Palupi Mutiasih, David Silitonga
Juara 2 : Tim FIP UNJ atas nama Achmad Robi, Luthfi Cahya, Septian Wijaya
5. Lomba Video Inspiratif
Juara 1 : Evarani Jihan, Yulia Martini
Juara 2 : Tita Desyara, Fadilla Amini, Riefky Bagas
Juara 3 : Abdul Goffar
6. Lomba Fotografi
Juara 1 : Indah Luthfikasari
Juara 2 : Nur Habib
Juara 3 : Mahimatul Aryani

Nah sudah disimak kan, makasih loh ya yang udah baca hehehe
Wassalam


Tentang Sebuah Rasa (International Youth Singapore Cultural and Education Exchange 2016)

International Youth Singapore Cultural and Education Exchange (IYSCEE) 2016
Oleh: Anisa Sholihat (PGSD FIP UNJ)



Kegiatan “International Youth Singapore Cultural and Education Exchange 2016” telah dilaksanakan dan berjalan dengan lancar dari tanggal 17 Agustus 2016 sampai tanggal 19 Agustus 2016 di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia, antara lain, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Indonesia, UIN Yogyakarta, UIN Bandung dan lain-lain. IYSCEE 2016 diselenggarakan atas kerjasama Education and Cultural Overseas Network Exchange (EdConex) dan Pelajar Indonesia di NTU (PINTU), dengan tujuan agar mahasiswa Indonesia dapat memahami sistem pendidikan di Singapura, khususnya suasana pendidikan di Nanyang Technological University (NTU).
Kegiatan IYSCEE 2016 diawali dengan keberangkatan para delegasi ke Negara Singapura. Universitas Negeri Jakarta tercatat sebagai perguruan tinggi yang mengirimkan delegasi terbanyak, yakni enam (6) orang, yang berasal dari program studi maupun fakultas yang berbeda. Tepat ketika hari kemerdekaan Indonesia tiba, saya dan para delegasi meninggalkan tanah air untuk menimba ilmu pengetahuan di Negara Singapura.
Masih di tanggal 17 Agustus 2016, sekitar pukul sebelas, bus damri membawa saya beserta rombongan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kami tiba di Bandara pada pukul 12.30 WIB, kemudian melaksanakan sholat dzuhur dan makan siang bersama. Setelah itu, kami boarding dan check-in, lalu menunggu jadwal keberangkatan pesawat Lion Air yang akan menerbangkan kami ke Negeri Singapura. Tepat pukul 15.30 WIB, pesawat Lion Air membawa saya dan para delegasi meninggalkan tanah air.
Pesawat mendarat dengan mulus di Bandar Udara Internasional Changi Singapura pada pukul 19.30 waktu setempat. Setelahnya, kami pun melaksanakan sholat dan makan malam. Ternyata, bukan hal mudah untuk mencari makanan halal di Singapura, karena hanya sedikit tempat makan yang memiliki label halal, salah satunya KFC. Setelah perut terisi, panitia membawa kami menuju penginapan. Kami bermalam di Hostel Travellers Loft yang beralamat di Jalan Lavender Besar.
Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 2016, saya beserta para delegasi mempersiapkan diri untuk kegiatan inti, yakni Seminar Internasional dan International Panel Discussion (IPD) bersama mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan di Nanyang Technological University, Singapura. Pagi-pagi sekali, saya bangun dan bersiap mengenakan pakaian yang telah ditentukan, yakni kemeja, jas, rok dan berbagai atribut lain. Kemudian, kami segera pergi ke MRT terdekat untuk menuju Nanyang Technological University (NTU). Sekitar pukul 09.00 waktu Singapura, kami menaiki MRT dari stasiun Dhoby Ghaut menuju Pioneer. Dilanjutkan dengan menaiki bus bertingkat menuju kawasan kampus NTU. Kami menaiki MRT dan bus menggunakan Singapore Touris Pass (STP) yang disediakan oleh panitia EdConex.
Saya dan kawan-kawan, tiba di kampus NTU pukul 09.30, lalu dilanjutkan sarapan di kantin NTU. Tepat pukul 10.00 waktu setempat, kami memasuki sebuah ruangan di dalam kampus NTU. Di sana, kami bertemu dengan beberapa mahasiswa NTU yang berasal dari Indonesia. Yang pertama ialah Samuel Juan Prasetya, ia merupakan ketua organisasi PINTU. Selanjutnya, Theresia Marten, merupakan mahasiswi jurusan komunikasi yang berasal dari Padang dan yang terakhir ialah Samuel Tjandra.
Setelah perkenalan singkat tersebut, kami pun memulai kegiatan Seminar Internasional. Seminar internasional ini diisi oleh Samuel Tjandra, yang memaparkan mengenai sistem pendidikan di Singapura, mulai dari tingkat terendah, yaitu taman kanak-kanak hingga jenjang perguruan tinggi. Selain itu, dalam seminar tersebut juga dijelaskan tentang iklim perkuliahan di Nanyang Technological University. Setelah seminar, para delegasi diberikan kesempatan untuk bertanya lebih detail mengenai sistem pendidikan di Singapura. Saya sendiri, tertarik mengenai keunggulan sistem pendidikan di Singapura yang tertata dengan sangat rapi, sehingga menghasilkan kualitas pendidikan yang baik dan diakui oleh dunia internasional.
Berdasarkan hasil seminar tersebut, dapat kami ketahui, bahwa Negara Singapura begitu matang dan serius dalam menangani pendidikan di negaranya. Hal ini dapat dilihat dari tertatanya sistem pendidikan, mulai dari ketentuan usia, tingkatan pendidikan dan tersedianya pilihan pendidikan bagi masyarakat, seperti kelas akselerasi, yang mempersingkat masa pendidikan formal. Maka tak heran, jika kebanyakan mahasiswa di Singapura memiliki usia yang jauh lebih muda dibanding mahasiswa di Indonesia.
Setelah kegiatan Seminar Internasional berakhir. Kami melanjutkan kegiatan selanjutnya, yakni International Panel Discussion, dengan tema “Implementation Of Singapore Education Development Strategy For Indonesia” yang membahas keunggulan sistem pendidikan di Singapura dan penerapannya di Indonesia.
Dalam kegiatan International Panel Discussion, para delegasi yang berjumlah 18 orang dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok diberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tema, antara lain:
1.      Apa kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Singapura?
2.      Apa kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Indonesia?
3.      Bagaimana menerapkan strategi pendidikan Singapura di Indonesia?
4.      Tantangan apa yang akan dihadapi Indonesia?
Setiap kelompok kemudian mendiskusikan jawabannya. Mahasiswa NTU pun bergabung dalam kelompok diskusi ini dan ikut memberikan pendapat. Kegiatan IPD berjalan sangat aktif dan menyenangkan. Para delegasi dapat saling memberi pendapat dan mengkoreksi satu sama lain. Di sini, pengetahuan kami mengenai sistem pendidikan menjadi semakin luas dan kompleks.
Setelah diskusi dalam kelompok kecil, perwakilan setiap kelompok kemudian mempresentasikan hasil diskusi di depan semua kelompok. Setiap kelompok menyampaikan gagasan dan inovasi yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, serta meninjau hambatan dan penyelesaiannya dengan cara efektif.
Setelah melaksanakan International Panel Discussion, saya menyadari bahwa pengetahuan saya mengenai sistem pendidikan sangat sempit, sehingga saya ingin terus belajar dan haus akan ilmu. Pun setelah mengetahui berbagai keunggulan sistem pendidikan di Singapura, saya menjadi semakin yakin, bahwa Indonesia akan mampu mengembangkan sistem pendidikan yang ada agar menjadi lebih baik. Di Indonesia sendiri, penerapan kurikulum 2013 sedikit banyak memuat nilai-nilai positif yang hampir mirip dengan sistem pendidikan di Singapura, yakni student centre, di mana, siswalah yang aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam diskusi tersebut, saya memandang bahwa kelebihan sistem pendidikan di Singapura, ialah perhatian pemerintah yang besar pada pendidikan dan kesadaran setiap masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka. Tersedianya berbagai fasilitas pendidikan pun menjadi penunjang yang sangat besar bagi kesukseskan pendidikan di negara tersebut. Selain itu, para pendidik di Singapura, mendidik dengan sangat professional dan meluangkan waktu 24 jam sebagai pendidik, sehingga, apabila siswa ingin bertanya mengenai pelajaran, guru selalu siap memberikan penjelasan.
Menurut saya, keunggulan sistem pendidikan di Singapura disebabkan karena Negara Singapura adalah negara yang kecil (luasnya hanya 719,1 km2), sehingga mereka dapat memberikan perhatian ekstra. Hal itu sangat berbeda dengan Negara Indonesia yang begitu luas. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali pulau besar maupun kecil. Karena itu, negara kita sedikit kesulitan dalam menangani berbagai masalah mengenai pendidikan. Meski begitu, saya yakin, kita dapat berupaya lebih keras dan saling membahu demi peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini secara menyeluruh.
Langkah awal yang bisa kita lakukan ialah menanamkan mindset kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa pendidikan adalah hal yang penting dalam hidup, apalagi memasuki era globalisasi seperti saat ini. Selanjutnya, kita bisa memulai dengan menggerakkan literasi (baca-tulis) di kalangan masyarakat sekitar. Pemahaman mengenai proses pembelajaran pun perlu dipahami oleh semua orangtua, agar orangtua tidak menuntut anak mereka mendapatkan nilai yang tinggi dengan cara yang salah. Pemahaman bahwa proses dan pengetahuan lebih penting dibandingkan hasil adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena keberhasilan pendidikan tidak semata diukur oleh nilai atau skor yang didapat.
Setelah IPD, kami diberikan kesempatan untuk mengelilingi kampus NTU. Mahasiswa NTU asal Indonesia mengajak kami ke berbagai sudut kampus, seperti kantin, ruang kelas, tempat kegiatan mahasiswa, serta gedung perpustakaan. Kami pun berkesempatan mempelajari budaya kampus NTU yang begitu multikultural dan toleran.
Sore harinya, kami meninggalkan kampus NTU dengan kembali menaiki bis dan MRT. Kemudian, panitia EdConex memandu saya dan para delegasi untuk menikmati keindahan Negara Singapura. Kami pun berkeliling Singapura menggunakan trasnportasi MRT dan bis bertingkat. Ada beberapa tempat yang kami kunjungi, antara lain: Merlion, Gardens By the Bay, Marina Bay, Universal Studio, Little India dan Asian Civilization Museum.
Dalam kunjungan tersebut, saya mengetahui berbagai budaya yang tumbuh dan berkembang di Singapura, salah satunya budaya India. Budaya India terasa sangat kental di kawasan Little India, dari mulai ornament, tempat ibadah, hingga pasar tradisional yang ada di sana. Selain Little India, saya pun mengunjungi Asian Civilization Museum, di museum tersebut, saya mendapatkan wawasan baru mengenai sejarah berbagai agama yang berkembang di Singapura. 
Selama berada di Singapura, saya merasakan keragaman budaya dan bahasa. Ada 3 budaya yang sangat dominan, yakni Melayu, India dan China. Hebatnya, ketiga budaya tersebut dapat beriringan dan saling menghargai satu sama lain. Sikap toleransi warga Singapura patut dijadikan contoh oleh Bangsa Indonesia, agar dapat saling menghargai dan menghormati berbagai perbedaan yang ada di masyarakat. Bahkan kita dapat saling membahu untuk meningkatkan nilai jual Bangsa Indonesia di mata dunia.

Pada tanggal 19 Agustus 2016, kami berkemas untuk kembali ke tanah air. Kami kembali menaiki pesawat Lion Air untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta. Akhirnya, sekitar pukul 19.30 WIB, kami tiba di tanah air dengan selamat. Saya dan para delegasi kembali ke Indonesia dengan membawa pengalaman dan pemahaman mengenai keunggulan sistem pendidikan dan kebudayaan di Singapura, untuk Indonesia yang lebih baik. 

Rabu, 29 November 2017

KERETA PUKUL TUJUH

Kereta Pukul Tujuh
Oleh: Shannia Elmira
 (Keterangan: Cerpen ini dimuat dalam Majalah Taman Fiksi Edisi 13)

sumber: google

Kamu terlambat. Kereta commuter line tujuan Bogor sudah berangkat. Empat menit lima puluh sembilan detik sebelum langkahmu genap di gerbang Stasiun Rajawali. Napasmu tersengal-sengal. Wajahmu yang putih terlihat kian memerah karena lelah. Kamu pasti mengerahkan seluruh tenaga untuk sampai tepat waktu. Tapi, lagi-lagi kamu gagal. Kamu terlambat.
Seketika, semburat kecewa terlukis di garis wajah. Kamu menyalahkan diri sendiri, karena tak membuka mata sebelum ayam jantan berkokok. Kamu menyalahkan jalanan sesak Ibu Kota yang menjegal roda motor Ayah – yang mengantarmu setiap pagi ke stasiun tanpa upah. Dan kini, kamu pun menyalahkan kereta itu yang berlalu tanpa kamu di dalamnya. Air mata menggatung di pelupuk mata.
Kecewamu terlalu berlebihan. Ingat! Kamu bukan penumpang kereta antar kota yang telah membeli selembar tiket. Yang jika terlambat semenit, tiketnya hangus tak berlaku. Bukan. Kamu hanya satu di antara jutaan manusia yang tiap pagi berdesakan di KRL jabodetabek. Kereta yang hampir tiap sepuluh menit datang lagi, lagi dan lagi. Tenanglah, kamu tak akan kehabisan. Tiketmu tak akan hangus.
“Stasiun Sudirman,” ujarmu di depan loket sambil menyerahkan beberapa lembar uang kertas. Dengan segera, uang kertasmu berubah wujud menjadi sebuah kartu kecil, seukuran kartu tanda pengenal yang selalu kamu sematkan di dalam dompet.
Di antara riak rasa kecewa, kamu tetap masuk ke dalam stasiun, menyeberang ke jalur dua dan duduk di salah satu kursi yang kosong (tentu saja, karena kamu memang selalu menghindar dari keramaian) dan menunggu kereta selanjutnya datang. Kereta pertama yang kautemui pagi ini.
Berkali-kali kamu melirikku. Sedikitpun aku tak dapat lepas dari pandangan sedih milikmu. Kamu mengikatku terlalu keras, sampai aku tak bisa beralih pandang. Mau tak mau, aku melihatnya, kegelisahan terpancar jelas di sana. Selanjutnya, sepasang matamu memandang lurus ke arah utara, menantikan kehadiran si kuda besi. Bagimu, menanti tentu bukan hal yang baru, selama ini kamu sudah terbiasa menanti. Melewatkan perputaran jarum panjang dan pendek, juga pergantian musim dan tahun dalam kesendirian yang menggigit. Sayangnya, penantian kali ini tak seperti biasa.
“Kamu terlambat... lagi?” lontaran pertanyaan yang tiba-tiba membuat kamu menoleh.
Beberapa detik bibirmu terkunci rapat. Penglihatanmu diisi oleh wajah seorang lelaki muda berkulit putih dengan rambut bergelombang. “Aku sudah bangun lebih awal,” jawabmu penuh kesungguhan.
“Kamu tidak tahu berapa jarak yang harus kutempuh untuk sampai ke stasiun ini,” katamu lagi, kali ini dengan mendengus kesal. 
“Setiap orang memiliki jalan juangnya masing-masing, lain kali kamu harus lebih pagi... jika tak ingin terlambat dan menaiki kereta pukul tujuh,” tukas pemuda di hadapanmu seraya berlalu.
Tak lama, pengumuman yang berisi informasi kereta mengisi gendang telingamu.
Kereta tujuan Bogor akan segera memasuki Stasiun Rajawali.
Kamu pun bersiap. Merapikan diri, bangkit dari kursi dan berdiri tepat di belakang garis kuning.
“Besok adalah kesempatan terakhir, pastikan kamu naik kereta pukul tujuh.” Laki-laki itu kembali mengejutkanmu. Kehadirannya selalu membuat raut mukamu berubah.
Aku ingat, pertama kali kamu bertemu dengannya di Stasiun Sudirman. Ketika itu, kamu sedang duduk. Sendirian. Wajahmu terlihat pucat. Tenagamu seakan terkuras habis, bukan karena tak dapat duduk sejak stasiun pertama hingga stasiun terakhir, bukan pula karena berdesakan dengan penumpang, apalagi  karena pendingin kereta yang tak berfungsi. Tentu saja bukan, karena hal itu adalah hal biasa yang kerap kau alami setiap berangkat ke kampus. Aku tahu, kakimu lemas karena baru saja menemukan wajah itu. Wajah seorang lelaki yang sudah kamu cintai sejak duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. 
Semangatmu yang membara tiba-tiba padam. Aku dapat melihatnya dengan jelas, karena setelah memandangi punggungnya yang mulai membaur dengan puluhan orang, kamu menatapku. Sendu. Raut penyesalan bertebaran di garis wajah. Terutama bibirmu yang merah. 
“Bodoh! Kenapa tadi aku tidak memanggilnya! Aku terlambat,” sesalmu.
“Kamu masih punya kesempatan.”
Kamu menoleh dan mendapati seorang laki-laki dengan kemeja putih, celana putih, topi putih dan membawa tas ransel besar yang lagi-lagi berwarna putih. Kamu mengamatinya sebentar. Memicingkan mata. Lalu, bersiap bangkit dari kursi. Kamu tak pernah percaya pada orang asing. Apalagi, di kota besar seperti ini. Bisa jadi, ia seorang teroris yang mencoba melakukan aksi bom bunuh diri. Meledakkan stasiun, misalnya. Kamu pun bergegas, tapi, sebelum kakimu melangkah, dia sudah menghadangmu di depan. Kamu hendak membuka mulut dan meminta pertolongan, namun, dia yang lebih dulu menggerakkan bibirnya.
“Dia naik kereta dari Stasiun Manggarai. Jika kamu naik kereta pukul tujuh dari Stasiun Rajawali, maka kamu akan menemuinya di stasiun ini. Kamu punya kesempatan untuk bicara sedikit dengannya. Dan mungkin saja, saat itu aku berbaik hati untuk melesatkan apa yang kupunya di dalam tas ini.”
“Siapa kamu?” kamu bertanya. Dadamu berdebar aneh.  
“My name is Love.[1]”   
Dahimu berkerut. Kebingungan menjalar di pikiran. Sejenak, kamu menatapnya dengan tatapan aneh dan ngeri. “Maaf, saya buru-buru!” Kamu ingin segera lenyap dari hadapannya. Kakimu melangkah terburu, menghindari lelaki aneh itu. Namun, setelah lima kali melangkah, kamu berhenti. Tubuhmu berbalik. Kembali mencari sosok itu.
“Love?” gumammu penuh tanya.
Tiba-tiba, senyum mengembang di pipi. Rautmu yang penuh keanehan mendadak ceria dan penuh sinar. Kurasa, kamu mengingat sesuatu. Sesuatu yang sampai membuatmu berubah pikiran dan kembali.
“Love. Love. Love.” Kamu semakin menceracau sambil memandang ke segala arah. Ah, mengapa aku baru ingat. Padahal, kamu sering sekali mengulang kata-kata itu. Love adalah nama panggilan seseorang yang kamu tonton dalam film layar lebar beberapa tahun lalu. Ya, Love adalah nama seorang peri cinta yang ditugaskan memanah hati anak Adam dan Hawa. Sekarang, aku mengerti, mengapa langkahmu memilih kembali.
Kamu telah melawan arus dan kembali ke tempat semula. Ke kursi yang mulanya kamu isi sendirian. Sayangnya, pemuda yang beberapa menit lalu menjegal langkahmu sudah tak ada. Ia hilang bersama keramaian. Kamu lalu menatapku, dengan tatapan yang kembali sendu. Kepergian selalu mencipta layar tipis di matamu.
“Sudah terlambat. Kali ini, aku benar-benar terlambat,” katamu nyaris putus asa.
Kamu menarik napas dalam. Ekor matamu mendadak tertuju pada secarik kertas putih yang tergeletak tak berdaya di kursi. Tanganmu segera menyambarnya.
“Tiga kesempatan! Kereta pukul tujuh!” serumu riang, penuh harap.
***
Kamu menjalani hari ini dengan lesu. Sepertinya, tak ada sedikitpun materi kuliah yang singgah di otakmu. Semuanya hanya serupa layar semu yang kamu saksikan, lalu kamu matikan. Aku mengerti, keterlambatan itu membuatmu putus asa. Kamu seperti kehilangan cahaya di malam gulita. Tiga lilin yang kau jaga, kini padam keduanya.  
“Satu kesempatan lagi. Aku harus naik kereta pukul tujuh!” tekadmu kuat. Matamu terlihat menyala-nyala seperti ada kobaran api di dalamnya. Semoga. Semoga kali ini kamu beruntung dan akan menaiki kereta pukul tujuh. Kali ini, aku berdoa tulus untukmu.
Dua kesempatan telah terlewatkan. Kamu telah menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu muka dengan pangeran hatimu sebanyak dua kali. Aku mafhum, kamu pasti menyesal dan merutuki keadaan pagi ini. Maka, bukan suatu kesalahan jika kamu mulai berhenti tak percaya padaku. Kamu mulai tak memandangku, bahkan lebih memilih bertanya ketimbang melihat. Apa bedanya? Aku masih aku yang dulu. Yang setia memutarkan detik, mengubahnya dalam menit dan jam yang panjang.
“Besok kupastikan, aku akan naik kereta pukul tujuh!”
***
Hari ini, kamu bangun sangat awal. Dua jam sebelum adzan subuh berkumandang, kamu sudah siap. Mengenakan kemeja biru, celana jeans dan bandana merah muda yang membuatmu terlihat modis. Senyum bahagia terpancar di sana, senyum yang penuh keyakinan dan kemenangan. Ya, aku mengerti, kamu sudah bertekad untuk tak terlambat, bukan?
“Aku berangkat sendiri aja, Pak,” katamu beberapa saat kemudian.
Lelaki berusia senja dengan rambut berwarna putih bak kejatuhan putik bunga jambu memerhatikanmu lekat. “Ini masih jam tiga pagi, nduk,” katanya seolah mencegah niatmu untuk naik kereta pukul tujuh.
“Iya, aku nggak boleh terlambat hari ini, Pak.” Kamu merangkai alasan dengan rapi. Meski begitu, orang tuamu terlihat berat untuk memberimu izin berangkat kuliah dini hari.
“Nanti aja, diantar sama Bapak.”
“Enggak usah, Pak, aku bisa sendiri kok.” Kamu bersikeras keluar rumah di pagi-pagi buta. Hingga, lelaki itu menyerah dan membiarkanmu melangkah meninggalkan rumah.
***
Sudah satu jam lebih tiga puluh menit kamu mematung di sisi jalan, menunggu angkutan kota bernomor kosong dua yang akan mengantarkanmu ke muka stasiun. Tapi nihil. Jalanan terlihat sangat lengang. Kamu bahkan bisa berlarian di tengah jalan tanpa takut tertabrak, karena memang, tak ada satu pun kendaraan yang lewat. Hanya cahaya lampu temaram, yang hampir padam, menemani kesendirianmu.
Kamu melirikku sebentar, lalu mulai merutuki lambannya dunia ini. Wajahmu terlihat semakin resah ketika mentari mulai menyembul dari arah timur.
“Bagaimana jika aku terlambat lagi?” kamu bertanya dengan nada ketakutan.
Hingga pada ujung penantian. Sebuah mobil berwarna merah dengan nomor kosong tiga di atasnya berhenti tepat di depanmu. Kamu kecewa, karena memang bukan itu yang sedang kamu tunggu. Kakimu masih diam tempat, namun tiba-tiba, tiga orang lelaki paruh baya menarik lenganmu dan memaksamu masuk ke dalam mobil itu. Kamu menjerit sekeras mungkin. Tubuhmu berontak dengan sepenuh tenaga, tapi dua orang dari mereka memegang lenganmu kencang, dan satunya lagi... lelaki satunya membuka sebuah kotak dan mengeluarkan benda rumah sakit berujung tajam. Jarum suntik!
Wajahmu terlihat sangat tegang dan ketakutan.
“Lepaskan! Lepaskan aku!” itulah teriakan terakhir, sebelum akhirnya matamu terkatup.
***
Kamu terbangun dengan kepala amat berat. Matamu berkejap-kejap. Pening seperti menghalangi penglihatanmu.
“Hah! Di mana aku?! Kereta! Kereta pukul tujuh, aku harus naik kereta pukul tujuh!” teriakmu dengan nada tinggi sambil menggedor pintu bercat putih yang membuatmu tak bisa lari.
Tak lama, dua lelaki paruh baya yang tadi kau temui di angkutan umum membuka pintu.
“Saya harus pergi, Pak. Saya harus naik kereta pukul tujuh. Saya mohon, Pak.” Kamu memelas. Tapi, seakan tak punya belas kasih. Mereka malah menggeret lenganmu dan mengikat tangan serta kakimu di atas ranjang. Tak lama, sebuah jarun suntik menembus kulit putihmu. Lagi-lagi, kamu pun terlelap.
“Kasihan ya, dia masih muda, cantik, tapi harus berakhir di bangsal rumah sakit ini.”
“Kata Dokter Riyan, otaknya mulai tidak waras sejak kehilangan pujaan hatinya. Pria yang disukainya meninggal dalam kecelakaan maut antara kereta dan mini bus. Tepat pukul tujuh.”
- SELESAI -




[1] Diambil dari film Thailand berjudul “My Name is Love”

Minggu, 15 Oktober 2017

Sepotong Surat

Sepotong Surat


19 Februari 2014

Dear My Prince,
Bulan Maret nanti, antologiku yang bertema Cinta Pertama akan terbit. Tahukah kamu? Cerpen yang kutulis di antologi itu adalah tentang kamu. Tentang pertemuan pertama kita, sampai akhirnya kamu sangat jauh dariku.
Entah kamu masih ingat atau tidak tentang kisah itu. Mungkin bagimu, apa yang terjadi di antara kita adalah hal biasa, atau bahkan bukan hal penting untuk di ingat. Namun bagiku, setiap hari yang terjadi antara kamu dan aku adalah hal indah dan tak pernah terlupa. Aku bahkan mengabadikan kisah tentangmu di diary ku. Apa ini terdengar lucu buatmu? Apa yang akan terjadi kalau kamu tahu bahwa seorang penulis macam aku benar-benar mengagumimu? Menuliskan kamu dengan majas indah.
My Prince, antologi itu nantinya akan beredar di seluruh toko buku di Indonesia. Tahukah kamu? Ini adalah kisah cinta pertamaku yang mampu menembus penerbit mayor. Aku sangat senang, rasanya ingin berteriak sekencang mungkin. Tapi, aku sadar kalau aku belum meminta izinmu untuk menuliskan kisahmu di sana. Ah, aku bahkan terlalu frontal, dengan menuliskan nama lengkapmu. Aku juga tak menggunakan nama pena agar kamu tak tahu aku. Dengan bangga kutuliskan namaku disana. (Tapi pihak penerbitan memaksaku memakai nama samaran).
My Prince, bagiku ini adalah saatnya untuk jujur. Jujur pada perasaanku dan terlebih aku ingin jujur padamu. Pada harapan yang sering kutulis untukmu.
My Prince, saat buku itu terbit nanti. Maukah kamu mengunjungi toko buku dan melirik karyaku di sana. Maukah kamu setidaknya melihat cover dan membaca cerpenku yang hanya 8 lembar kertas A4? Aku tahu kamu sibuk, tapi maukah beberapa menitmu digunakan untuk membacanya?
Jika kamu tak sempat berkunjung ke toko buku, maukah kamu kubelikan buku itu? Aku akan memberinya secara sukarela padamu. Ya, sebagai imbalan atas royalty yang kudapat dari buku itu. Sebagai balasan atas kisah yang telah kamu tulis di hatiku. Meski bukan kisah indah.
Namun, jika kamu juga masih terlalu sibuk untuk menyibakkan halaman buku, bolehkah aku meminta sesuatu darimu? Izinkan aku menulis tentangmu. Legalkan kisah itu, karena bagaimanapun aku butuh persetujuanmu. Kamu akan setuju kan? Aku hanya meminta itu.
Dan lain kali, jangan kaget jika kamu menemukan sebuah novel dengan tokoh utamanya adalah kamu. Semuanya tentang kamu, dan penulisnya adalah aku, orang yang amat sangat mengagumimu.
Andai kamu tahu itu, apakah kamu akan begitu?
Atau mungkin kamu malah marah padaku. Karena sudah menggunakan namamu. Atau tak sudi melihat covernya, atau mungkin merobek halaman cerpenku seperti kamu merobek perasaanku? Atau kamu akan bilang, bahwa kamu bahkan tidak pernah mengenalku?
Jika suatu saat nanti, secara tak sengaja kamu membacanya, kumohon jangan marah.
Andaikan kamu tak tahu dan tak pernah tahu tentang apa yang kutulis. Tentang cerita-cerita yang kurangkai. Andai selamanya kamu tak tahu, tak apa. Aku tak berharap banyak, aku pun tak berharap kamu tahu. Aku hanya berharap, semoga kamu bahagia. Semoga kamu mau membagi kebahagiaan itu denganku.
Jujur, aku bukan ingin menjual kisah yang kurasakan demi uang. Kamu tahu kan? Aku hanya suka menulis dan satu-satunya hal yang kuingat saat membuka laptop adalah…… KAMU.
My Prince Fiction
Kamu adalah subjek terindah yang mampu kujadikan cerita. Kamu, hanya kamu…
My Prince Fiction…



Yang mengagumimu dalam diam



Selasa, 03 Oktober 2017

Sebuah Permintaan Maaf

Sepotong surat (29 April 2016)

Sebuah permintaan maaf


Dear, kamu
Tak ada yang pantas kuucapkan selain, maaf. Maaf membuatmu menunggu. Maaf membuatmu berlelah, dan tak kutemui kamu di siang itu. Mungkin permintaan maaf ini sedikit terlambat. Atau mungkin saja benar-benar sangat terlambat, tapi, izinkanlah aku untuk tetap menyampaikannya, karena bagaimanapun, perasaan bersalah akan tetap singgah sebelum permintaan ini kamu terima.
Sungguh, kamu pasti akan mengira bahwa aku adalah manusia yang tidak memiliki hati untuk menghargai perjuangan kerasmu mencari alamat tempat singgahku. Bertanya pada seluruh kenalanmu, mencari di peta elektronik dan lain sebagainya. Setelah menemukannya, kamu pun kembali berlelah. Berkendara dalam jarak yang tak dekat, dengan satu tujuan: menemuiku.
Dan mungkin kamu benar, aku memang tak memiliki hati, karena ketika kamu sampai di sana, ketika kamu melakukan panggilan ke ponselku, aku mengabaikannya. Tak kupedulikan seluruh perjuangan dan pengorbanan serta rasa lelahmu. Kubiarkan panas dan amarah membakar hatimu siang itu. Kuabaikan pesan dan panggilan masuk darimu. Ah, iya kan, betapa kejamnya aku, betapa jahatnya aku.
Sampai detik ini pun sungguh aku tak mengerti mengapa aku bisa bersikap sekejam itu padamu. Kamu yang kukenal sangat baik padaku. Sungguh maafkan aku. Maaf atas sikapku yang semena-mena dan tak mempedulikanmu. Maaf.
Jika kamu menuntut suatu penjelasan atas sikapku, mungkin, aku bisa memberikan alasan logis atas hal itu.
Pertama, aku tak ingin bertemu denganmu. Mengapa? Karena pertemuan adalah racun paling mematikan yang bisa membuatku terus terngiang, kemudian berharap lebih padamu.
Kedua, aku tak ingin berbincang lebih lama denganmu. Mengapa? Karena obrolan yang dilakukan secara langsung, kutakut akan melukai cinta yang sedang kujaga untuk lelaki yang kelak akan menjadi pendamping hidupku selamanya.
Ketiga, aku tak ingin menatapmu secara langsung. Mengapa? Karena aku takut, wajahmu menjadi bayang-bayang dalam tidurku. Sungguh, aku takut.
Itulah yang tak kuinginkan dalam sebuah pertemuan.
Pun akhirnya, kita tetap bertemu. Bertatap secara langsung. Berbicara secara langsung dan aku kuasa menatap wajahmu secara langsung. Ternyata, yang kutakutkan tak pernah terjadi. Mungkin, itu hanya ketakutanku saja. Jadi, sekali lagi kukatakan. Maaf. Maafkan aku.

Dengan segala pengakuan bersalah, kuucapkan entah untuk yang keberapa kali. Maaf. Maafkan aku, teman.




Launching Poetry Collection Perjumpaan Karya AB Susanto

Sekilas tentang Buku Puisi “Perjumpaan”



Anak diciptakan dengan semangat cinta
Didoakan agar tidak hanya meminta
Tetapi juga memelihara dan memberi makna
A.B. Susanto
Jakarta, 9 April 2007

Itulah kutipan puisi karya Pak A.B. Susanto yang berjudul Karya Cinta. Puisi yang diciptakan sepuluh tahun silam itu masih mengandung makna mendalam dan menggetarkan hati hingga hari ini. Selain puisi tersebut, masih banyak lagi puisi lain yang dihasilkan dari buah pikir penulis.
Kebanyakan puisi yang tertuang dalam buku ini mengisahkan pengalaman pribadi yang telah dilalui Pak A.B. Susanto sepanjang perjalanan hidupnya. Buku puisi dengan cover dominasi hitam ini dibagi ke dalam 7 bagian, dari mulai menceritakan keluarga, hingga ide cemerlang yang ia tuangkan dalam kata-kata indah penuh makna.
Hal lain yang membuat buku ini patut dibaca ialah karena Poetry Collection Perjumpaan karya A.B. Susanto menggunakan 3 bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Sehingga, buku puisi ini sangat universal dan dapat dinikmati oleh berbagai masyarakat dunia.
Sebagai penikmat puisi, saya sangat mengapresiasi buku ini dan merekomendasikannya kepada para penikmat sastra.



Jakarta, 03 Oktober 2017
Anisa Sholihat